Definisi:
Ilmu kebidanan (obstetri) : ad. Ilmu yang
mempelajari kehamilan,persalinan
nifas & bayi yg baru dilahirkan.
Obstetri berasal dari kata :
Obstetrix (latin) = berdiri disamping wanita yg sedang melahirkan.
Adstetrix (latin) = membantu orang ygsedang bersalin.
Di Indonesia kata Kebidanan/Bidan bersumber dari bhs sangsakerta y.i :
“Widwan “ : *.Cakap.
*.Membidani
(=mengadakan sedekah bagi penolong bersalin pd 40 setelah melahirkan )
Tujuan ilmu kebidanan
Tujuan Khusus :
Membawa ibu & anak selamat melalui
masa kehamilan,persalinan & nifas dgn
kerusakan yang seminimal mungkin.
. Tujuan umum :
Pengaturan & optimilisasi dari reproduksi manusia.
Berdasarkan tujuan tsb kita bisa mengetahui baik atau buruknya pelayanan
di suatu daerah/negara dgn melihat jlh
kematian ibu & bayi (AKI & AKB) didaerah /negara tsb
Apa AKI dan AKB ?
Bagaimana AKI dan AKB di Indonesia ?
Bagaimana AKI dan AKB Jabar ?
AKI= Jlh kematian ibu akibat langsung
proses reproduksi :100.000 kelahiran
hidup.
AKB= jlh bayi mati < 1 th : 1000 kelahiran
hidup.
Angka kematian ibu berkaitan dgn angka fertilitas total ( Fertilitas Rate =F.R).
F.R = jlh lahir hidup : 1000 wanita u.15-49 th
WHO memperkirakan > 585.000 ibu mati /thn saat hamil & bersalin ------ d.k.l,ada
1600 ibu bersalin mati / hari.
Dinegara berkembang risiko kematian maternal 1 : 29 persalinan sedangkan
dinegara maju 1 : 29.000 .
AKI di Indonesia tertinggi di ASEAN y.i :
AKI 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2003)
262/100.000 kelah.hidup (Supari 2005).
Target yg ditetapkan ICPD di Kairo y.i :
125/100.000 ( thn 2010)
75/100.000 ( thn 2015)
Di Prop.Jawa Barat :
AKI 321/100.000 (Profil DinKes Jabar)
> 50% kematian dinegara berkembang
sebenarnya dapat dicegah dgn tehnologi yg ada serta biaya relatif murah
AKB di Indonesia tertinggi di ASEAN y.i
2 – 3 x lebih tinggi.
AKB 35/1000 kelahiran hidup-----ada pe
di banding (1997) y.i 52/1000 (SDKI).
AKB Jabar 40,8/1000 (thn 2005)---pe
dibanding thn 2003 y.i, 44/1000
Kebanyakan kematian ini dapat dicegah melalui :
o.Upaya perbaikan gizi.
o.Keluarga berencana (KB)
o.Pencegahan abortus provokatus.
o.Transportasi& komuniukasi yg baik
o.Penyediaan darah yg cepat & aman
o.Peningkatan pendidikan wanita.
Penyebab kematian maternal t.u :
1.Perdarahan ( 25%).
2.Infeksi/sepsis ( 14%).
3.HDK/preeklamsi,eklampsi.( 13%).
4.Unsafe abortion ( 13%).
5.Partus lama ( 7%).
Di Indonesia penyebab kematian maternal
1.Infeksi ( 36%).
2.Perdarahan ( 34%)
3.HDK/preeklampsi,eklamsi ( 17%)
4.Lain-lain (a.l.partus lama) ( 13%)
Penyebab kematian bayi :
1.Gg-an sistem pernafasan ( 30%).
2.Gg-an perinatal (29% )
3.Diare ( 14%)
Masih tingginya AKI di Indonesia disebabkan oleh 4 T :
(T)erlalu muda hamil
(T)erlalu tua hamil.
(T)erlalu sering melahirkan.
(T)erlalu banyak anak
Usaha untuk menurunkan AKI & AKB y.i,
dengan pengawasan sempurna dari :
1.Perawatan dalam kehamilan (PNC).
2.Pertolongan waktu persalinan.(IPC)
3.Perawatan pasca salin (PPC)
DEPKES dalam mempercepat penurunan
AKI mengupayakan agar :
1.Setiap persalinan ditolong/minimal
didampingi oleh bidan .
2.Pelayanan obstetri sedekat mungkin
kpd semua ibu hamil.
Target 2010------ partus ol.tenaga kes.85%
Beberapa istilah yg harus diketahui
Graviditas (kehamilan ) : mulai dari pembuahan & berakhir permulaan persalinan.
Partus : proses pengeluaran bayi & plasenta dari badan ibu.
Puerperium (nifas): masa stlh persalinan yg diperlukan u/ pulihnya alat kandungan kekeadaan sebelum hamil
Kematian ibu (WHO) : kematian seorang wanita dlm masa kehamilan atau dlm waktu 42 hari setlh pengakhiran kehamilan tanpa memandang usia keham atau ltk kehamilan.
Stillbirth (lahir mati): kelahiran anak tanpa tanda-tanda kehidupan.
Masa perinatal : masa dari keham.28 mgg 28 hari pasca salin.
Kematian perinatal : Jlh lahir mati + kematian jabang bayi > 1000 gr.
Kematian jabang bayi : kematian bayi yg lahir hidup dlm mgg I setelah lahir.
Selasa, 16 Maret 2010
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
KOMUNIKASI INTERPERSONAL / KONSELING (KIP/K)
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah akhir pembelajaran mhs diharapkan
dapat :
Memahami komunikasi interpersonal
Memahami faktor penghambat KIP/K
Memahami pengaruh diri terhadap proses KIP/K
PERBEDAAN
Pengertian KIP/K
interaksi antara dua orang, dua arah, verbal dan nonverbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu dengan kelompok.
JENIS KIP/K
KIP antara dua orang
KIP antara tiga orang / lebih
KIP Antara dua orang
komunikasi dari seseorang ke orang lain, dua arah interaksi verbal dan nonverbal yang menyangkut saling berbagi informasi dan perasaan
KIP antara tiga orang / lebih
Dari orang ke beberapa orang lain masing-masing anggota menyadari keberadaan anggota lain, memiliki minat yang sama dan atau bekerja untuk satu tujuan
FAKTOR PENGHAMBAT KIP/K
Faktor individual
Faktor yang berkaitan dengan interaksi
Faktor situasional
Kompetensi dalam melakukan percakapan
FAKTOR INDIVIDUAL
Adanya keterikatan dari unsur budaya merupakan faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan interaksi
Faktor fisik
Sudut pandang
Faktor sosial
bahasa
Faktor yang berkaitan dengan interaksi
Tujuan dan harapan terhadap komunikasi
Sikap terhadap interaksi
Pembawaan diri seseorang terhadap orang lain
Sejarah hubungan
Faktor situasional
Kondisi lingkungan
Situasi percakapan antara bidan dan klien
Kompetensi dalam percakapan
Agar efektif suatu interaksi harus menunjukan perilaku kompeten dari kedua belah pihak.
Keadaan yg dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
kegagalan menyampaikan informasi penting
Perpindahan topik bicara yang tidak lancar
Salah pengertian
HAMBATAN PRIBADI
Pengetahuan
Sikap bidan yang negatif
Kultur dan bahasa
Jenis kelamin
Usia
PEMAHAN DIRI
MEMAHAMI DIRI SENDIRI
meliputi pengetahuan tentang siapa aku
Apa kelemahanku
Bagaimana perasaan ku
Apa keinginan ku
dll
PERILAKU
PENGETAHUAN
kesehatan
Ilmu kebidanan dan kandungan
Masalah yang berhubungan dgn kehamilan, persalinan, nifas
Keyakinan, dan adat istiadat
Alat/metode kontrasepsi
Hub antar manusia
KIP/K
Psikologi
PSIKOMOTOR
terampil dan proses persalinan
Terampil dalam menggunakan alat kebidanan
Terampil dalam KIP/K
Menggunakan alat bantu visual
Mengatasi situasi yg bermasalah
Terampil membuat keputusan
SIKAP
Motivasi tinggi untuk menolong
Ramah, sopan santun
Menerima klien apa adanya
Empati
Membantu dg tulus
Terbuka terhadap pendapat orang lain
KONSELING YG EFEKTIF
Menurut CARL ROGERS :
EMPATHY
(berusaha memahami & berfikir bersama klien)
AUTHENTICITY
(konselor tahu perasaan sendiri, memahami diri)
UNCONDITIONAL POSITIF REGARD
(Menerima klien apa adanya, menghormati, & menghargai)
SUMMARY
Melakukan KIP/K dipengaruhi oleh perilaku
Keterampilan KIP/K di dapat dengan proses latihan pada klien nyata
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah akhir pembelajaran mhs diharapkan
dapat :
Memahami komunikasi interpersonal
Memahami faktor penghambat KIP/K
Memahami pengaruh diri terhadap proses KIP/K
PERBEDAAN
Pengertian KIP/K
interaksi antara dua orang, dua arah, verbal dan nonverbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu dengan kelompok.
JENIS KIP/K
KIP antara dua orang
KIP antara tiga orang / lebih
KIP Antara dua orang
komunikasi dari seseorang ke orang lain, dua arah interaksi verbal dan nonverbal yang menyangkut saling berbagi informasi dan perasaan
KIP antara tiga orang / lebih
Dari orang ke beberapa orang lain masing-masing anggota menyadari keberadaan anggota lain, memiliki minat yang sama dan atau bekerja untuk satu tujuan
FAKTOR PENGHAMBAT KIP/K
Faktor individual
Faktor yang berkaitan dengan interaksi
Faktor situasional
Kompetensi dalam melakukan percakapan
FAKTOR INDIVIDUAL
Adanya keterikatan dari unsur budaya merupakan faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan interaksi
Faktor fisik
Sudut pandang
Faktor sosial
bahasa
Faktor yang berkaitan dengan interaksi
Tujuan dan harapan terhadap komunikasi
Sikap terhadap interaksi
Pembawaan diri seseorang terhadap orang lain
Sejarah hubungan
Faktor situasional
Kondisi lingkungan
Situasi percakapan antara bidan dan klien
Kompetensi dalam percakapan
Agar efektif suatu interaksi harus menunjukan perilaku kompeten dari kedua belah pihak.
Keadaan yg dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
kegagalan menyampaikan informasi penting
Perpindahan topik bicara yang tidak lancar
Salah pengertian
HAMBATAN PRIBADI
Pengetahuan
Sikap bidan yang negatif
Kultur dan bahasa
Jenis kelamin
Usia
PEMAHAN DIRI
MEMAHAMI DIRI SENDIRI
meliputi pengetahuan tentang siapa aku
Apa kelemahanku
Bagaimana perasaan ku
Apa keinginan ku
dll
PERILAKU
PENGETAHUAN
kesehatan
Ilmu kebidanan dan kandungan
Masalah yang berhubungan dgn kehamilan, persalinan, nifas
Keyakinan, dan adat istiadat
Alat/metode kontrasepsi
Hub antar manusia
KIP/K
Psikologi
PSIKOMOTOR
terampil dan proses persalinan
Terampil dalam menggunakan alat kebidanan
Terampil dalam KIP/K
Menggunakan alat bantu visual
Mengatasi situasi yg bermasalah
Terampil membuat keputusan
SIKAP
Motivasi tinggi untuk menolong
Ramah, sopan santun
Menerima klien apa adanya
Empati
Membantu dg tulus
Terbuka terhadap pendapat orang lain
KONSELING YG EFEKTIF
Menurut CARL ROGERS :
EMPATHY
(berusaha memahami & berfikir bersama klien)
AUTHENTICITY
(konselor tahu perasaan sendiri, memahami diri)
UNCONDITIONAL POSITIF REGARD
(Menerima klien apa adanya, menghormati, & menghargai)
SUMMARY
Melakukan KIP/K dipengaruhi oleh perilaku
Keterampilan KIP/K di dapat dengan proses latihan pada klien nyata
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Anemia bila Hb < 12 gr%
Anemia dalam kehamilan bila Hb < 11 gr%
Dalam kehamilan terjadi hemodilusi (pengenceran)
Volume darah dalam kehamilan bertambah 25%---------hipervolemia
Frekuensi anemia dalam kehamilan
Indonesia relatif tinggi : 63,5%
Amerika : 6,0%
Menurut WHO 40% kematian maternal dinegara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Terhadap ibu :
1.Abortus
2.Partus prematurus
3.Partus lama
4.PPS
5.Syok
6.Infeksi intra/post partum
7.Dekomp.kordis bila Hb <4gr%
Terhadap fetus:
1.Kematian mudigah
2.Prematuritas
3.Kematian perinatal
4.Cacad bawaan
5.Cadangan besi kurang
Pembagian anemia dalam kehamilan
1.Anemia defisiensi besi ……..62,3%
2.Anemia megaloblastik………29,0%
3.Anemia hipoplastik…………. 8,0%
4.Anemia hemolitik…………… 0,7%
Anemia defisiensi besi
Kebutuhan Fe ibu selama hamil 800 mg.
Untuk janin & plasenta 300 mg sedangkan 500mg lagi untuk pertambahan eritrosit ibu
Kebutuhan tambahan Fe ibu hamil tiap hari 2 – 3 mg
Penyebabnya :
1.Intake Fe yang kurang.
2.Gangguan resorbsi.
3.Gangguan penggunaan.
4.Terlampau banyaknya Fe keluar dari tubuh (perdarahan).
Gejala dan tanda
Lemah,pucat,mudah pingsan.
Kulit pucat/tipis
Lidah licin,tepi mulut fisura
Kuku tipis/kering
Lab : eritrosit----hipokrom mikrositer
Fe serum berkurang,
Diagnosa:
1.gejala klinis.
2.Pemeriksaan laboratorium meliputi Hb, apus darah tepi dan kadar Fe serum serta Fe binding capacity yang meninggi.
Penanganan
Pemberian Na-fero bisitrat 60 mg/hari----dapat menaikkan kadar Hb 1 gr%/bln.
Asam folat 50 ug/hari.
Pada anemia yang berat/intoleransi Fe sal.Cerna atau kepatuhan pasien yg jelek dapat diberikan ferrum dektran 1000 mg(20cc) i.v.
Transfusi darah sebagai terapi anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan.
Anemia bila Hb < 12 gr%
Anemia dalam kehamilan bila Hb < 11 gr%
Dalam kehamilan terjadi hemodilusi (pengenceran)
Volume darah dalam kehamilan bertambah 25%---------hipervolemia
Frekuensi anemia dalam kehamilan
Indonesia relatif tinggi : 63,5%
Amerika : 6,0%
Menurut WHO 40% kematian maternal dinegara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Terhadap ibu :
1.Abortus
2.Partus prematurus
3.Partus lama
4.PPS
5.Syok
6.Infeksi intra/post partum
7.Dekomp.kordis bila Hb <4gr%
Terhadap fetus:
1.Kematian mudigah
2.Prematuritas
3.Kematian perinatal
4.Cacad bawaan
5.Cadangan besi kurang
Pembagian anemia dalam kehamilan
1.Anemia defisiensi besi ……..62,3%
2.Anemia megaloblastik………29,0%
3.Anemia hipoplastik…………. 8,0%
4.Anemia hemolitik…………… 0,7%
Anemia defisiensi besi
Kebutuhan Fe ibu selama hamil 800 mg.
Untuk janin & plasenta 300 mg sedangkan 500mg lagi untuk pertambahan eritrosit ibu
Kebutuhan tambahan Fe ibu hamil tiap hari 2 – 3 mg
Penyebabnya :
1.Intake Fe yang kurang.
2.Gangguan resorbsi.
3.Gangguan penggunaan.
4.Terlampau banyaknya Fe keluar dari tubuh (perdarahan).
Gejala dan tanda
Lemah,pucat,mudah pingsan.
Kulit pucat/tipis
Lidah licin,tepi mulut fisura
Kuku tipis/kering
Lab : eritrosit----hipokrom mikrositer
Fe serum berkurang,
Diagnosa:
1.gejala klinis.
2.Pemeriksaan laboratorium meliputi Hb, apus darah tepi dan kadar Fe serum serta Fe binding capacity yang meninggi.
Penanganan
Pemberian Na-fero bisitrat 60 mg/hari----dapat menaikkan kadar Hb 1 gr%/bln.
Asam folat 50 ug/hari.
Pada anemia yang berat/intoleransi Fe sal.Cerna atau kepatuhan pasien yg jelek dapat diberikan ferrum dektran 1000 mg(20cc) i.v.
Transfusi darah sebagai terapi anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan.
Senin, 15 Maret 2010
Mual Muntah berlebihan dalam Kehamilan
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I.
Terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari.
Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Mual dan muntah : 60 - 80% primi gravida dan 40 - 60% multi gravida.
Satu diantara seribu kehamilan lebih berat.
Jika pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum.
Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi sebagai berikut :
1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.
3. Alergi. Sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanaggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah.
Patologi
Bedah mayat pada wanita yang meninggal akibat hiperemesis gravidarum menunjukkan kelainan-kelainan pada berbagai alat dalam tubuh, yang juga dapat ditemukan pada malnutrisi oleh bermacam sebab.
1. Hati. Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi lemak tanpa nekrosis; degenerasi lemak tersebut sentrilobuler. Kelainan lemak ini nampaknya tidak menyebabkan kematian dan dianggap sebagai akibat muntah yang terus menerus. Dapat ditambahkan bahwa separoh penderita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukkan gambaran mikroskopik hati yang normal.
2. Jantung. Jantung menjadi lebih kecil daripada biasa dan beratnya atrofi; ini sejalan dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan perdarahan sub-endokardial.
3. Otak. Adakalanya terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensefalopati Wernicke dapat dijumpai (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan keempat).
4. Ginjal. Ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.
Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Faktor psikologik merupakan faktor utama, di samping pengaruh hormonal serta wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yanga tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Di samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat perdarahan gastro intestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif.
Gejala dan tanda
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada; tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3 tingkatan :
Tingkatan I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
Tingkat II. Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapsan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
Tingkat III. Keadaan umum leabih parah, muntah berhenti, kesadaran dari somonolen sampai koma, nadi kecil dan cepat; suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala: nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya patah hati.
Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan.
Pengelolaan
Pencegahan : memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yanag fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
1. Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurangi maka diperlukan pengobatan. Tetapi pelu diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen. Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital.vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6. Anti histaminika juga dianjurkan, seperti dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan antiemetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.
2. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangnya rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yanga cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2 – 3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara inravena.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yanga dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubain. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan di atas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
dr. H. K. Suheimi. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/hiperemesis.html
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I.
Terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari.
Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Mual dan muntah : 60 - 80% primi gravida dan 40 - 60% multi gravida.
Satu diantara seribu kehamilan lebih berat.
Jika pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum.
Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi sebagai berikut :
1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.
3. Alergi. Sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanaggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah.
Patologi
Bedah mayat pada wanita yang meninggal akibat hiperemesis gravidarum menunjukkan kelainan-kelainan pada berbagai alat dalam tubuh, yang juga dapat ditemukan pada malnutrisi oleh bermacam sebab.
1. Hati. Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi lemak tanpa nekrosis; degenerasi lemak tersebut sentrilobuler. Kelainan lemak ini nampaknya tidak menyebabkan kematian dan dianggap sebagai akibat muntah yang terus menerus. Dapat ditambahkan bahwa separoh penderita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukkan gambaran mikroskopik hati yang normal.
2. Jantung. Jantung menjadi lebih kecil daripada biasa dan beratnya atrofi; ini sejalan dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan perdarahan sub-endokardial.
3. Otak. Adakalanya terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensefalopati Wernicke dapat dijumpai (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan keempat).
4. Ginjal. Ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.
Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Faktor psikologik merupakan faktor utama, di samping pengaruh hormonal serta wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yanga tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Di samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat perdarahan gastro intestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif.
Gejala dan tanda
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada; tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3 tingkatan :
Tingkatan I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
Tingkat II. Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapsan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
Tingkat III. Keadaan umum leabih parah, muntah berhenti, kesadaran dari somonolen sampai koma, nadi kecil dan cepat; suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala: nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya patah hati.
Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan.
Pengelolaan
Pencegahan : memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yanag fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
1. Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurangi maka diperlukan pengobatan. Tetapi pelu diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen. Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital.vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6. Anti histaminika juga dianjurkan, seperti dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan antiemetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.
2. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangnya rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yanga cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2 – 3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara inravena.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yanga dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubain. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan di atas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
dr. H. K. Suheimi. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/hiperemesis.html
BEDAH CAESAR
Definisi Bedah Caesar
Istilah bedah caesar (sectio caesarea) berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini awalnya dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia) dan Emperor's Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim.
Ada beberapa definisi tentang section cesaria. Menurut Rustam Mochtar (1992), Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Sedangkan menurut Sarwono (1991) Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. (Harnawatiaj, 2008)
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Seksio Sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus. Istilah ini kemungkinan besar berasal dari kata Latin Caedo, yang berarti “memotong”. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat). Tujuan dasar kelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya. Penggunaan cara sesaria didasarkan pada bukti adanya stres maternal atau fetal. Morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal menurun sejak adanya metode pembedahan dan perawatan modern. Namun, kelahiran sesaria ini masih mengancam kesehatan ibu dan bayi. (Bobak, 2004)
2.2 Tipe-Tipe Bedah Caesar
2.2.1 Berdasarkan Teknik Insisi
Ada dua tipe utama operasi sesaria yaitu sesaria klasik dan sesaria segmen bawah. Kelahiran sesaria klasik kini jarana dilakukan, tetapi dapat dilakukan bila diperlukan kelahiran yang cepat dan pada beberapa kasus presentasi bahu dan placenta praevia. Insisi vertical dilakukan kedalam bagian tubuh atas uterus. Prosedur ini terkait dengan jumlah insiden kehilangan darah, infeksi, dan ruptur uterus yang lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya daripada kelahiran dengan prosedur sesaria segmen bawah.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertikal memberiikan ruang yang lebih luas untuk menlahirkan bayi, tetapi saat ini lebih jarang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relatif lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan ruptur pada kehamilan selanjutnya lebih kecil. Kelahiran per vaginam seksio sesaria dengan insisi klasik dikontraindikasikan.
Keuntungan, Permasalahan Dan Bahaya Spesifik Insisi Melintang
Keuntungan Penyulit Bahaya Spesifik
• Insisi terletak di segmen bawah
• Area insisi lebih sedikit vaskularisasinya dibanding segmen atas
• Segmen bawah lebih mudah dijahit.
• Lebih mudah untuk menutup insisi dengan bladder peritoneum. • Daerah insisi sangat terbatas pada bagian lateralnya
• Posisi menyulitkan untuk dilakukan penutupan. • Injury pembuluh darah pada daerah lateral uterus.
• Hemoragi dan hematom pada daerah insisi.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertical (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertical memberikan ruang lebih luas untuk melahirkan bayi, tetapi saat ini jrang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular kerena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relative lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan untuk rupture pada kehamilan selanjutnya lebih kecil.
Keuntungan, Permasalahan, dan Bahaya Spesifik Insisi Vertikal
Keuntungan Permasalahan Bahaya Spesifik
• Panjang insisi tidak terbatas • Diseksi bladder lebih lebar
• Panjangnya segmen atas rahim
• Segmen atas rahim sulit dijahit • Injury bladder
• Scar pada segmen atas rahim
2.2.2 Berdasarkan Indikasi pada Pasien
• Kelahiran Caesaria Terjadwal
Seksio sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Wanita yang mengalami kelahiran sesaria terjadwal atau terencana yaitu jika persalinan dikontraindikasikan, sedangkan kelahiran harus dilakukan, tetapi persalinan tidak dapat diinduksi atau bila ada statu keputusan yang dibuat antara petugas kesehatan dan wanita yang akan melahirkan.
Keuntungan dari kelahiran seksio sesaria terjadwal ialah waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat dilakukan dengan baik. Kerugiannya adalah oleh karena persalinan belum dimulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai dengan kontraksinya. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa umumnya keuntungan lebih besar daripada kerugian.
• Kelahiran Caesaria Darurat
Wanita yang mengalami kelahiran sesaria darurat atau tidak terencana akan mengalami duka karena perubahan mendadak yang terjadi pada harapan mereka terhadap kelahiran, perawatan estela melahirkan, dan perawatan bayi. Hal ini bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita tersebut biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak bersemangat bila ternyata persalinan tidak memberikan hasil. Ia akan cemas terhadap kondisinya dan kondisi janinnya. Ia juga dapat mengalami dehidrasi dan memiliki cadangan glikogen yang rendah. Seluruh prosedur praoperasi harus dilakukan dengan cepat dan kompeten.Waktu untuk menjelaskan prosedur harus singkat. Karena kecemasan ibu dan keluarganya sangat tinggi, banyak ibu yang telah diinformasikan secara verbal tidak dapat mengingat atau salah mempersepsikan informasi tersebut. Wanita ini seringkali mengalami keletihan sehingga mereka memerlukan lebih banyak perawatan pendukung.
Ada beberapa indikasi pasti kelahiran sesaria. Dewasa ini sebagian besar kelahiran sesaria dilakukan untuk keuntungan janin. Empat kategori diagnostik merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran sesaria, yaitu: distosia, sesaria ulang, presentasi bokong, dan gawat janin (Marieskind, 1989). Indikasi-indikasinya antara lain:
janin beresiko tinggi
persalinan lambat atau kegagalan proses persalinan (dystocia)
distress janin
distress maternal
komplikasi (pre-eclampsia, active herpes)
prolaps tali pusat atau ruptur uterus
kelahiran kembar
presentasi janin yang abnormal (presentasi bokong atau posisi transverse)
kegagalan persalinan dengan induksi
kegagalan persalinan dengan alat (dengan forceps atau ventouse)
ukuran bayi terlalu besar (macrosomia)
masalah pada placenta (placenta praevia, abruptio placenta atau placenta accreta)
abnormalitas pada tali pusat (vasa praevia)
pinggul yang sempit
infeksi yang menular secara seksual seperti herpes genital (yang bisa ditularkan pada bayi jika bayi dilahirkan melalui vagina, tapi biasanya dapat diterapi dan tidak memerlukan bedah caesar)
bedah caesar sebelumnya (meskipun hal ini masih menjadi kontroversi bagi sebagian orang)
adanya masalah dalam pemulihan perineum (akibat persalinan sebelumnya atau Chron’s disease)
Bagaimanapun, penyedia yankes lain dapat berbeda pendapat kapan bedah caesar diperlukan. Atas dasar agama, alasan pribadi atau alasan lain, seorang ibu dapat menolak untuk dilakukan bedah caesar. Di Inggris contohnya, hukum menyatakan bahwa wanita dalam proses persalinan mempunyai hak mutlak untuk menolak terapi medis dalam bentuk apapun termasuk bedah caesar ”dengan alasan apapun”, bahkan jika keputusan tersebut dapat membahayakan nyawanya dan bayinya, sementara di negara lain berlaku aturan yang berbeda.
2.3 Indikasi Pelaksanaan Sectio Caesar
Sectio Caesaria biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
1. Faktor Ibu
• Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban. Retensio plasenta atau plasenta rest, gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
• Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio.
• Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut:
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Faktor Janin
• Janin besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
• Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
• Letak lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
• Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
• Bayi Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
3. Faktor Jalan Lahir
• Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ini menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
• Solusio Placenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
• Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
• Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
• Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.
Bagi bayi yang sungsang akibat dipicu adanya tumor atau placenta previa, maka operasi cesar adalah keharusan. Sebab tak ada penanganan yang bisa dilakukan, selain dengan melakukan operasi untuk mengetahui posisi bayi yang dikandung mengalami sungsang atau tidak, sebaiknya jangan hanya berdasarkan hasil USG. “Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak plasenta serta volume air ketuban.
Operasi cesar dapat menurunkan risiko yang dialami janin saat lahir. Bayi yang lahir secara normal dalam kondisi sungsang, memiliki risiko komplikasi yang cukup besar dibanding bayi yang letaknya normal. Karena itu dokter umumnya cenderung memilih proses persalinan bedah cesar.
Beberapa literatur menyebutkan, dokter yang membantu persalinan normal bayi sungsang harus berpacu dengan waktu. Sebab, jeda waktu antara keluarnya tali pusat dengan kepala bayi hanya sekitar tiga atau delapan menit saja untuk menghindari risiko tingginya kematian janin. Selang waktu antara ketuban pecah dengan persalinan pun tak boleh lebih dari delapan jam, ini untuk menghindari terjadinya kemacetan dan kepala bayi yang tengadah (Hyperekstersi) yang menyebabkan bayi tak dapat lahir atau after coming head dystocia.
2.4 Kontraindikasi Bedah Caesar
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).
2.5 Faktor Resiko Bedah Caesar
2.5.1 Resiko Maternal
Studi yang dipublikasikan 13 Februari 2007 oleh Canadian Medical Association Journal menemukan bahwa wanita dengan caesar terencana mempunyai rata-rata morbiditas yang parah sebesar 27,3 per 1000 persalinan dibandingkan dengan persalinan pervaginam yang sebesar 9 per 1000 persalinan. Kelompok dengan caesar terencana lebih beresiko tinggi terhadap gagal jantung, hematoma, hysterectomy, infeksi puerperal mayor, komplikasi akibat anestesi, tromboemboli vena, dan perdarahan yang membutuhkan hysterectomy. Studi yang dipublikasikan pada Februari 2007 dalam Obstetric and Gynecology Journal menunjukkan bahwa wanita dengan bedah caesar lebih memungkinkan untuk bermasalah pada persalinan setelahnya. Resiko maternal ini meliputi:
• Infeksi: infeksi dapat terjadi pada lokasi insisi, dalam uterus, pada organ lain dalam pelvis seperti kandung kemih.
• Perdarahan: ibu kehilangan lebih banyak darah pada bedah caesar daripada pad persalinan pervaginam. Hal ini dapat mengarah pada anemia atau tranfusi darah.
• Luka pada organ: adanya kemungkinan luka pada organ seperti bowel atau kandung kemih.
• Adhesions: jaringan parut dapat terbentuk dalam area pelvis dan menyebabkan blokade dan nyeri. Hal ini juga dapat mengarah ke komplikasi pada kehamilan selanjutnya seperti placenta previa atau abruptio placenta.
• Waktu pemulihan yang lebih lama: waktu pemulihan pasca bedah caesar dapat mencapai beberapa minggu hingga beberapa bulan, hingga berdampak pada bonding time ibu dengan bayi.
• Reaksi terhadap obat: dapat terjadi reaksi negatif pada anestesi yang diberikan selama bedah caesar atau reaksi pada obat antinyeri yang diberikan pascaprosedur.
• Resiko pembedahan tambahan: seperti hysterectomy, kandung kemih, atau bedah caesar selanjutnya.
• Maternal mortalitas: pada bedah caesar, angka ini lebih besar dibandingkan pada persalinan pervaginam.
• Reaksi emotional: wanita yang melahirkan secara caesar dilaporkan merasa pengalaman melahirkan yang negatif dan mungkin mengalami kendala bonding dengan bayinya.
2.5.2 Resiko Fetal
Bedah caesar berpengaruh terhadap peningkatan angka kelahiran bayi pada usia kehamilan antara 34-36 minggu usia kehamilan (late preterm). Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan itu sudah bisa dianggap sehat, tapi bayi lebih beresiko mempunyai masalah kesehatan daripada bayi yang dilahirkan beberapa minggu sesudahnya (full term).
Paru-paru dan otak bayi matur pada akhir kehamilan. Dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan full term, kelahiran bayi late preterm beresiko mengalami masalah antara lain:
• Pemberian makan
• Pengaturan temperatur tubuh
• Jaundice
• Anestesi. Beberapa bayi dapat terpengaruh oleh anestesi yang diberikan kepada ibu selama proses operasi. Obat ini dapat mematirasakan ibu tapi juga dapat membuat bayi tidak aktif.
• Masalah pernafasan. Walaupun bayi lahir full term, bayi yang lahir melalui bedah caesar lebih beresiko daripada bayi yang lahir pervaginam. jika dilahirkan secara caesar, bayi lebih cenderung mempunyai masalah pernafasan dan kendala respiratorik. Beberapa studi menyebutkan peningkatan kebutuhan bantuan pada pernafasan dan perawatan segera dibandingkan pada bayi yang dilahirkan pervaginam.
• Kelahiran prematur: jika usia kehamilan tidak dihitung dengan tepat, bayi yang dilahirkan melalui bedah caesar bisa saja masih prematur dan mempunyai BB baru lahir yang rendah.
• Nilai APGAR rendah: hal ini bisa diakibatkan oleh anestesi, fetal distress sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama persalinan (persalinan pervaginam memberikan stimulasi alami ketika bayi berada dalam jalan lahir). 50% bayi yang lahir melalui bedah caesar cenderung mempunyai nilai APGAR yang lebih rendah daripada bayi yang lahir pervaginam.
• Fetal injury: sangat jarang terjadi, bayi dapat terluka selama insisi dibuat.
2.6 Dampak Bedah Caesar
Tanpa indikasi medis, ibu sudah seharusnya menjalani persalinan normal. Namun agaknya, masih banyak kesalahkaprahan dalam memandang persalinan sesar. Akibatnya, bersalin sesar atau normal sama-sama dijadikan pilihan seperti halnya menu makanan. Memang benar, kalau ibu dan ayah mendesak si jabang bayi dilahirkan di tanggal pesanan.
Proses melahirkan melalui caesar memiliki beberapa dampak baik pada ibu maupun pada bayi, Adapun dampak proses melahirkan melalui caesar yang akan di alami ibu yaitu:
1. Sakit Di Tulang Belakang
Banyak ibu setelah sesar mengeluh sakit di bagian tulang belakang (tempat dilakukan suntik anastesi sebelum operasi). Keluhan ini umumnya terasa saat membungkukkan badan, mengambil sesuatu di lantai, atau mengangkat beban yang lumayan berat. Sumber rasa nyeri berada tepat pada bekas tusukan jarum suntik saat dilakukan bius lokal.
Akibatnya, sehabis melahirkan sesar, ibu tidak disarankan melakukan gerakan yang terlalu mendadak dan drastis serta harus menghindari mengangkat beban berat. Umumnya jika keluhan ini berlarut-larut atau intensitas sakitnya meningkat, ibu disarankan untuk berkonsultasi pada dokter. Kalau perlu, akan dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya rontgen tulang belakang. Pada ibu yang melahirkan normal, kondisi ini tidak terjadi. Empat puluh hari bahkan enam jam setelah bersalin, ibu bisa langsung beraktivitas normal.
2. Nyeri Di Bekas Sayatan
Pascaoperasi, saat efek anestesi hilang, nyeri di bekas sayatan bedah akan terasa.
Ibu melahirkan normal, setelah istirahat enam jam, paling-paling akan merasa letih atau pegal-pegal. Rasa letih ini lekas hilang jika ibu banyak bergerak.
3. Rasa Kebal Di Bekas Sayatan
Keluhan lain sehabis operasi sesar adalah rasa kebal di bagian atas bekas sayatan operasi. Ini wajar karena saraf di daerah tersebut boleh jadi ada yang terputus akibat sayatan saat operasi. Butuh kira-kira 6-12 bulan, sampai serabut saraf tersebut menyambung kembali. Pada persalinan normal, putus saraf di perut dipastikan tidak ada.
4. Nyeri Di Bekas Jahitan
Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang berlebihan atau aktivitas yang memberi penekanan di bagian tersebut.
Pada persalinan normal, walau ada jahitan pada vagina (ini juga tidak pada semua ibu), tapi efeknya tidak akan seperti kondisi ibu disesar. Ibu yang bersalin normal biasanya tidak akan mengeluhkan apa-apa pada jahitan tersebut.
5. Mual Muntah
Rasa mual-muntah yang umumnya timbul akibat sisa-sisa anestesi pada diri ibu.Efek seperti ini, tidak ditemukan pada ibu bersalin normal. Yang ibu rasakan hanyalah perasaan letih, lapar, dan haus.
6. Muncul Keloid Di Bekas Jahitan
Selama masa penyembuhan luka operasi, banyak ibu yang gundah karena perutnya tak lagi mulus. Apalagi jika di bekas jahitan muncul benjolan memanjang yang disebut keloid. Munculnya keloid pada bekas sayatan operasi sesar biasanya disebabkan oleh paparan cairan ketuban yang mengandung faktor pertumbuhan sel, jenis benang jahit yang dipakai, teknik menjahit, serta bakat seseorang dalam reaksi jaringan. Pada ibu yang bersalin normal, mendambakan perut yang tetap mulus seperti saat gadis bukanlah masalah berarti.
7. Gatal Di Bekas Jahitan
Rasa gatal di bekas jahitan sangat mengganggu dan mendorong ibu untuk menggaruknya. Sedihnya, tidak disarankan bagi ibu untuk menggaruk karena dikhawatirkan jahitan akan terbuka dan menimbulkan dampak lebih parah. Rasa gatal bisa timbul akibat adanya infeksi pada daerah luka operasi seperti infeksi jamur atau karena reaksi penyembuhan luka yang berlebihan.
Bila penyebabnya infeksi biasanya akan tampak tanda radang di daerah jahitan (ditandai dengan kulit yang berwarna kemerahan, ada luka, ada cairan yang keluar, terasa panas, dan terasa nyeri bila ditekan). Berbeda bila disebabkan reaksi kulit yang berlebihan; kulit di daerah jahitan menebal dan mengeras serta menonjol dibanding permukaan kulit lainnya. Inilah yang disebut keloid. Ibu bersalin normal tidak merasakan hal ini karena tidak ada luka sayatan di daerah perut.
8. Luka Berpeluang Infeksi
Ibu yang melahirkan secara sesar harus menjaga luka di perutnya agar jangan sampai terkena air dan terinfeksi. Proses penyembuhan luka bekas sesar biasanya berlangsung 10 hari. Bagi ibu yang bersalin normal, perawatan luka kemungkinan dilakukan di bibir vagina yang diepisiotomi (digunting sedikit). Jika tak ada indikasi perlunya eposiotomi, setelah bersalin normal dan kembali bugar, ibu boleh mandi sesuka hati.
9. Minum Antibiotik
Untuk mencegah infeksi pada luka sayatan sesar, pascaoperasi ibu akan diberi antibiotik untuk beberapa hari ke depan. Jadi, sabar-sabar saja untuk tidak putus obat sepanjang dosis yang ditentukan dokter. Ibu bersalin normal, tidak perlu antibiotik. Yang mesti dipenuhi adalah asupan makanan empat sehat lima sempurna, dan minum minimal 8 gelas sehari.
10. Tidak Boleh Segera Hamil
Jarak aman antarkehamilan yang disarankan adalah 2 tahun setelah sesar, meski ini bukan angka mati karena terpulang kembali pada kondisi masing-masing ibu. Idealnya, sehabis menjalani operasi sesar, tunda kehamilan sampai luka operasi dan jahitannya benar-benar sembuh dan kuat. Kehamilan selagi jahitan masih "basah" dan belum kuat dikhawatirkan membuatnya lepas dan selanjutnya membahayakan ibu seiring dengan membesarnya perut. Selain itu, tenggang waktu 2 tahun ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada organ-organ reproduksi maupun organ lainnya untuk beristirahat.
Pada ibu yang bersalin normal, jarak setahun tidaklah masalah. Namun, tentu saja jarak kehamilan sedekat ini tidak dianjurkan karena tidak terlalu baik bagi psikis anak yang sangat membutuhkan perhatian penuh sampai ia cukup mandiri dan bisa berbagi.
11. Mobilisasi Terbatas
Dalam waktu 24 jam, mobilisasi ibu pascapersalinan sesar mesti dilakukan secara lebih lama dan lebih bertahap. Tanpa itu, proses penyembuhan luka bisa mengalami gangguan. Ibu yang melahirkan normal, setelah 6 jam beristirahat hanya perlu tahapan singkat mobilisasi. Setelah itu, ibu dapat langsung beraktivitas seperti biasa.
12. Latihan Pernapasan Dan Batuk
Latihan pernapasan dan batuk bagi ibu sesar dimaksudkan untuk membantu mengeluarkan sisa-sisa anestesi. Tujuannya agar paru-paru benar-benar bersih dan terhindar dari risiko pneumonia. Ibu bersalin normal tidak perlu susah-susah melakukan latihan napas dan batuk. Cukup lakukan senam ringan yang akan membantu proses pemulihan.
13. Kemungkinan Sembelit
Sehabis menjalani operasi sesar, biasanya ibu baru bisa buang air besar beberapa hari kemudian. Pada ibu yang bersalin normal, kondisi sembelit umumnya tidak ditemui.
14. Dibatasi 3 Anak
Mereka yang sudah menjalani 3x operasi sesar mau tidak mau harus bersedia disteril. Ini adalah standar medis di Indonesia guna menghindari hal-hal yang sangat membahayakan ibu maupun janinnya. Juga karena memang belum ada RS yang menyediakan teknologi mutakhir untuk melakukan operasi sesar keempat kalinya pada ibu yang sama.
Pada ibu yang melakukan persalinan normal, setelah bersalin anak ketiga, jika masih berencana ingin punya anak keempat dan seterusnya boleh-boleh saja. Dengan catatan ibu mampu lahir dan batin.
15. PANTANGAN-PANTANGAN
Meski tergantung pada jenis anastesi yang digunakan, kemung- kinan besar sehabis disesar ibu tidak boleh langsung minum sampai mendapat izin dari dokter. Ibu sesar juga mesti mengalami pemasangan kateter sebelum operasi dimulai yang dilepas setelah 24 jam. Biasanya setelah kateter dilepas, ibu sulit buang air kecil.
Pada ibu yang melahirkan secara normal, minum dan makan bisa dilakukan kapan saja setelahnya. Selain itu, tidak ada proses pemasangan kateter dan BAK atau BAB bisa dilakukan langsung secara normal.
Setelah operasi ibu yang bersalin sesar juga harus rela badannya ditusuk jarum infus yang tidak akan dirasakan oleh ibu yang bersalin normal.
2.7 VBAC (Vaginam Birth After C-Section)
Persalinan pervaginam pasca bedah Caesar sekarang bukanlah hal yang aneh. Praktisi kesehatan sebelum tahun 1970an seringkali menyatakan jika sudah menjalani bedah Caesar maka kelahiran selanjutnya juga dengan bedah Caesar, tapi banyaknya klien yang mendukung VBAC mengubah pandangan tersebut. Angka VBAC meningkat tajam pada tahun 1980 hingga 1990an, tapi belakangan ini angka ini menurun karena adanya peraturan legal-medis.
Penelitian selama 20 tahun tentang VBAC mendukung keputusan untuk melahirkan pervaginam pascaoperasi besar. Karena konsekuensi bedah Caesar meliputi kemungkinan yang lebih tinggi akan rehospitalisasi pasca persalinan, infertilitas, dan rupture uteri pada persalinan berikutnya, mencegah bedah Caesar pada kelahiran pertama tetaplah menjadi prioritas. Pada wanita dengan riwayat bedah Caesar, beberapa pihak mengklaim bahwa VBAC tetaplah merupakan pilihan yang lebih aman.
Di Amerika Serikat, American College of Obstetrician and Ginecologyst (ACOG) menambahkan beberapa rekomendasi pada penatalaksanaan VBAC sebagai berikut. Karena rupture uteri bias menjadi fatal, VBAC sebaiknya dilakukan di pelayanan kesehatan yang dilengkapi alat-alat yang memadai untuk merespon kegawatdaruratan dan tenaga medis yang kompeten dalam perawatan kegawatdaruratan. Yang harus ditekankan adalah keputusan tersebut haruslah dibuat setelah pengkajian resiko dan keuntungan dari tiap-tiap jenis proses persalinan.
http://justunsi.blogspot.com/2009_04_01_archive.html
Istilah bedah caesar (sectio caesarea) berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini awalnya dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia) dan Emperor's Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim.
Ada beberapa definisi tentang section cesaria. Menurut Rustam Mochtar (1992), Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Sedangkan menurut Sarwono (1991) Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. (Harnawatiaj, 2008)
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Seksio Sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus. Istilah ini kemungkinan besar berasal dari kata Latin Caedo, yang berarti “memotong”. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat). Tujuan dasar kelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya. Penggunaan cara sesaria didasarkan pada bukti adanya stres maternal atau fetal. Morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal menurun sejak adanya metode pembedahan dan perawatan modern. Namun, kelahiran sesaria ini masih mengancam kesehatan ibu dan bayi. (Bobak, 2004)
2.2 Tipe-Tipe Bedah Caesar
2.2.1 Berdasarkan Teknik Insisi
Ada dua tipe utama operasi sesaria yaitu sesaria klasik dan sesaria segmen bawah. Kelahiran sesaria klasik kini jarana dilakukan, tetapi dapat dilakukan bila diperlukan kelahiran yang cepat dan pada beberapa kasus presentasi bahu dan placenta praevia. Insisi vertical dilakukan kedalam bagian tubuh atas uterus. Prosedur ini terkait dengan jumlah insiden kehilangan darah, infeksi, dan ruptur uterus yang lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya daripada kelahiran dengan prosedur sesaria segmen bawah.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertikal memberiikan ruang yang lebih luas untuk menlahirkan bayi, tetapi saat ini lebih jarang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relatif lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan ruptur pada kehamilan selanjutnya lebih kecil. Kelahiran per vaginam seksio sesaria dengan insisi klasik dikontraindikasikan.
Keuntungan, Permasalahan Dan Bahaya Spesifik Insisi Melintang
Keuntungan Penyulit Bahaya Spesifik
• Insisi terletak di segmen bawah
• Area insisi lebih sedikit vaskularisasinya dibanding segmen atas
• Segmen bawah lebih mudah dijahit.
• Lebih mudah untuk menutup insisi dengan bladder peritoneum. • Daerah insisi sangat terbatas pada bagian lateralnya
• Posisi menyulitkan untuk dilakukan penutupan. • Injury pembuluh darah pada daerah lateral uterus.
• Hemoragi dan hematom pada daerah insisi.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertical (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertical memberikan ruang lebih luas untuk melahirkan bayi, tetapi saat ini jrang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular kerena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relative lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan untuk rupture pada kehamilan selanjutnya lebih kecil.
Keuntungan, Permasalahan, dan Bahaya Spesifik Insisi Vertikal
Keuntungan Permasalahan Bahaya Spesifik
• Panjang insisi tidak terbatas • Diseksi bladder lebih lebar
• Panjangnya segmen atas rahim
• Segmen atas rahim sulit dijahit • Injury bladder
• Scar pada segmen atas rahim
2.2.2 Berdasarkan Indikasi pada Pasien
• Kelahiran Caesaria Terjadwal
Seksio sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Wanita yang mengalami kelahiran sesaria terjadwal atau terencana yaitu jika persalinan dikontraindikasikan, sedangkan kelahiran harus dilakukan, tetapi persalinan tidak dapat diinduksi atau bila ada statu keputusan yang dibuat antara petugas kesehatan dan wanita yang akan melahirkan.
Keuntungan dari kelahiran seksio sesaria terjadwal ialah waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat dilakukan dengan baik. Kerugiannya adalah oleh karena persalinan belum dimulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai dengan kontraksinya. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa umumnya keuntungan lebih besar daripada kerugian.
• Kelahiran Caesaria Darurat
Wanita yang mengalami kelahiran sesaria darurat atau tidak terencana akan mengalami duka karena perubahan mendadak yang terjadi pada harapan mereka terhadap kelahiran, perawatan estela melahirkan, dan perawatan bayi. Hal ini bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita tersebut biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak bersemangat bila ternyata persalinan tidak memberikan hasil. Ia akan cemas terhadap kondisinya dan kondisi janinnya. Ia juga dapat mengalami dehidrasi dan memiliki cadangan glikogen yang rendah. Seluruh prosedur praoperasi harus dilakukan dengan cepat dan kompeten.Waktu untuk menjelaskan prosedur harus singkat. Karena kecemasan ibu dan keluarganya sangat tinggi, banyak ibu yang telah diinformasikan secara verbal tidak dapat mengingat atau salah mempersepsikan informasi tersebut. Wanita ini seringkali mengalami keletihan sehingga mereka memerlukan lebih banyak perawatan pendukung.
Ada beberapa indikasi pasti kelahiran sesaria. Dewasa ini sebagian besar kelahiran sesaria dilakukan untuk keuntungan janin. Empat kategori diagnostik merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran sesaria, yaitu: distosia, sesaria ulang, presentasi bokong, dan gawat janin (Marieskind, 1989). Indikasi-indikasinya antara lain:
janin beresiko tinggi
persalinan lambat atau kegagalan proses persalinan (dystocia)
distress janin
distress maternal
komplikasi (pre-eclampsia, active herpes)
prolaps tali pusat atau ruptur uterus
kelahiran kembar
presentasi janin yang abnormal (presentasi bokong atau posisi transverse)
kegagalan persalinan dengan induksi
kegagalan persalinan dengan alat (dengan forceps atau ventouse)
ukuran bayi terlalu besar (macrosomia)
masalah pada placenta (placenta praevia, abruptio placenta atau placenta accreta)
abnormalitas pada tali pusat (vasa praevia)
pinggul yang sempit
infeksi yang menular secara seksual seperti herpes genital (yang bisa ditularkan pada bayi jika bayi dilahirkan melalui vagina, tapi biasanya dapat diterapi dan tidak memerlukan bedah caesar)
bedah caesar sebelumnya (meskipun hal ini masih menjadi kontroversi bagi sebagian orang)
adanya masalah dalam pemulihan perineum (akibat persalinan sebelumnya atau Chron’s disease)
Bagaimanapun, penyedia yankes lain dapat berbeda pendapat kapan bedah caesar diperlukan. Atas dasar agama, alasan pribadi atau alasan lain, seorang ibu dapat menolak untuk dilakukan bedah caesar. Di Inggris contohnya, hukum menyatakan bahwa wanita dalam proses persalinan mempunyai hak mutlak untuk menolak terapi medis dalam bentuk apapun termasuk bedah caesar ”dengan alasan apapun”, bahkan jika keputusan tersebut dapat membahayakan nyawanya dan bayinya, sementara di negara lain berlaku aturan yang berbeda.
2.3 Indikasi Pelaksanaan Sectio Caesar
Sectio Caesaria biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
1. Faktor Ibu
• Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban. Retensio plasenta atau plasenta rest, gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
• Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio.
• Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut:
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Faktor Janin
• Janin besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
• Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
• Letak lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
• Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
• Bayi Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
3. Faktor Jalan Lahir
• Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ini menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
• Solusio Placenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
• Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
• Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
• Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.
Bagi bayi yang sungsang akibat dipicu adanya tumor atau placenta previa, maka operasi cesar adalah keharusan. Sebab tak ada penanganan yang bisa dilakukan, selain dengan melakukan operasi untuk mengetahui posisi bayi yang dikandung mengalami sungsang atau tidak, sebaiknya jangan hanya berdasarkan hasil USG. “Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak plasenta serta volume air ketuban.
Operasi cesar dapat menurunkan risiko yang dialami janin saat lahir. Bayi yang lahir secara normal dalam kondisi sungsang, memiliki risiko komplikasi yang cukup besar dibanding bayi yang letaknya normal. Karena itu dokter umumnya cenderung memilih proses persalinan bedah cesar.
Beberapa literatur menyebutkan, dokter yang membantu persalinan normal bayi sungsang harus berpacu dengan waktu. Sebab, jeda waktu antara keluarnya tali pusat dengan kepala bayi hanya sekitar tiga atau delapan menit saja untuk menghindari risiko tingginya kematian janin. Selang waktu antara ketuban pecah dengan persalinan pun tak boleh lebih dari delapan jam, ini untuk menghindari terjadinya kemacetan dan kepala bayi yang tengadah (Hyperekstersi) yang menyebabkan bayi tak dapat lahir atau after coming head dystocia.
2.4 Kontraindikasi Bedah Caesar
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).
2.5 Faktor Resiko Bedah Caesar
2.5.1 Resiko Maternal
Studi yang dipublikasikan 13 Februari 2007 oleh Canadian Medical Association Journal menemukan bahwa wanita dengan caesar terencana mempunyai rata-rata morbiditas yang parah sebesar 27,3 per 1000 persalinan dibandingkan dengan persalinan pervaginam yang sebesar 9 per 1000 persalinan. Kelompok dengan caesar terencana lebih beresiko tinggi terhadap gagal jantung, hematoma, hysterectomy, infeksi puerperal mayor, komplikasi akibat anestesi, tromboemboli vena, dan perdarahan yang membutuhkan hysterectomy. Studi yang dipublikasikan pada Februari 2007 dalam Obstetric and Gynecology Journal menunjukkan bahwa wanita dengan bedah caesar lebih memungkinkan untuk bermasalah pada persalinan setelahnya. Resiko maternal ini meliputi:
• Infeksi: infeksi dapat terjadi pada lokasi insisi, dalam uterus, pada organ lain dalam pelvis seperti kandung kemih.
• Perdarahan: ibu kehilangan lebih banyak darah pada bedah caesar daripada pad persalinan pervaginam. Hal ini dapat mengarah pada anemia atau tranfusi darah.
• Luka pada organ: adanya kemungkinan luka pada organ seperti bowel atau kandung kemih.
• Adhesions: jaringan parut dapat terbentuk dalam area pelvis dan menyebabkan blokade dan nyeri. Hal ini juga dapat mengarah ke komplikasi pada kehamilan selanjutnya seperti placenta previa atau abruptio placenta.
• Waktu pemulihan yang lebih lama: waktu pemulihan pasca bedah caesar dapat mencapai beberapa minggu hingga beberapa bulan, hingga berdampak pada bonding time ibu dengan bayi.
• Reaksi terhadap obat: dapat terjadi reaksi negatif pada anestesi yang diberikan selama bedah caesar atau reaksi pada obat antinyeri yang diberikan pascaprosedur.
• Resiko pembedahan tambahan: seperti hysterectomy, kandung kemih, atau bedah caesar selanjutnya.
• Maternal mortalitas: pada bedah caesar, angka ini lebih besar dibandingkan pada persalinan pervaginam.
• Reaksi emotional: wanita yang melahirkan secara caesar dilaporkan merasa pengalaman melahirkan yang negatif dan mungkin mengalami kendala bonding dengan bayinya.
2.5.2 Resiko Fetal
Bedah caesar berpengaruh terhadap peningkatan angka kelahiran bayi pada usia kehamilan antara 34-36 minggu usia kehamilan (late preterm). Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan itu sudah bisa dianggap sehat, tapi bayi lebih beresiko mempunyai masalah kesehatan daripada bayi yang dilahirkan beberapa minggu sesudahnya (full term).
Paru-paru dan otak bayi matur pada akhir kehamilan. Dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan full term, kelahiran bayi late preterm beresiko mengalami masalah antara lain:
• Pemberian makan
• Pengaturan temperatur tubuh
• Jaundice
• Anestesi. Beberapa bayi dapat terpengaruh oleh anestesi yang diberikan kepada ibu selama proses operasi. Obat ini dapat mematirasakan ibu tapi juga dapat membuat bayi tidak aktif.
• Masalah pernafasan. Walaupun bayi lahir full term, bayi yang lahir melalui bedah caesar lebih beresiko daripada bayi yang lahir pervaginam. jika dilahirkan secara caesar, bayi lebih cenderung mempunyai masalah pernafasan dan kendala respiratorik. Beberapa studi menyebutkan peningkatan kebutuhan bantuan pada pernafasan dan perawatan segera dibandingkan pada bayi yang dilahirkan pervaginam.
• Kelahiran prematur: jika usia kehamilan tidak dihitung dengan tepat, bayi yang dilahirkan melalui bedah caesar bisa saja masih prematur dan mempunyai BB baru lahir yang rendah.
• Nilai APGAR rendah: hal ini bisa diakibatkan oleh anestesi, fetal distress sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama persalinan (persalinan pervaginam memberikan stimulasi alami ketika bayi berada dalam jalan lahir). 50% bayi yang lahir melalui bedah caesar cenderung mempunyai nilai APGAR yang lebih rendah daripada bayi yang lahir pervaginam.
• Fetal injury: sangat jarang terjadi, bayi dapat terluka selama insisi dibuat.
2.6 Dampak Bedah Caesar
Tanpa indikasi medis, ibu sudah seharusnya menjalani persalinan normal. Namun agaknya, masih banyak kesalahkaprahan dalam memandang persalinan sesar. Akibatnya, bersalin sesar atau normal sama-sama dijadikan pilihan seperti halnya menu makanan. Memang benar, kalau ibu dan ayah mendesak si jabang bayi dilahirkan di tanggal pesanan.
Proses melahirkan melalui caesar memiliki beberapa dampak baik pada ibu maupun pada bayi, Adapun dampak proses melahirkan melalui caesar yang akan di alami ibu yaitu:
1. Sakit Di Tulang Belakang
Banyak ibu setelah sesar mengeluh sakit di bagian tulang belakang (tempat dilakukan suntik anastesi sebelum operasi). Keluhan ini umumnya terasa saat membungkukkan badan, mengambil sesuatu di lantai, atau mengangkat beban yang lumayan berat. Sumber rasa nyeri berada tepat pada bekas tusukan jarum suntik saat dilakukan bius lokal.
Akibatnya, sehabis melahirkan sesar, ibu tidak disarankan melakukan gerakan yang terlalu mendadak dan drastis serta harus menghindari mengangkat beban berat. Umumnya jika keluhan ini berlarut-larut atau intensitas sakitnya meningkat, ibu disarankan untuk berkonsultasi pada dokter. Kalau perlu, akan dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya rontgen tulang belakang. Pada ibu yang melahirkan normal, kondisi ini tidak terjadi. Empat puluh hari bahkan enam jam setelah bersalin, ibu bisa langsung beraktivitas normal.
2. Nyeri Di Bekas Sayatan
Pascaoperasi, saat efek anestesi hilang, nyeri di bekas sayatan bedah akan terasa.
Ibu melahirkan normal, setelah istirahat enam jam, paling-paling akan merasa letih atau pegal-pegal. Rasa letih ini lekas hilang jika ibu banyak bergerak.
3. Rasa Kebal Di Bekas Sayatan
Keluhan lain sehabis operasi sesar adalah rasa kebal di bagian atas bekas sayatan operasi. Ini wajar karena saraf di daerah tersebut boleh jadi ada yang terputus akibat sayatan saat operasi. Butuh kira-kira 6-12 bulan, sampai serabut saraf tersebut menyambung kembali. Pada persalinan normal, putus saraf di perut dipastikan tidak ada.
4. Nyeri Di Bekas Jahitan
Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang berlebihan atau aktivitas yang memberi penekanan di bagian tersebut.
Pada persalinan normal, walau ada jahitan pada vagina (ini juga tidak pada semua ibu), tapi efeknya tidak akan seperti kondisi ibu disesar. Ibu yang bersalin normal biasanya tidak akan mengeluhkan apa-apa pada jahitan tersebut.
5. Mual Muntah
Rasa mual-muntah yang umumnya timbul akibat sisa-sisa anestesi pada diri ibu.Efek seperti ini, tidak ditemukan pada ibu bersalin normal. Yang ibu rasakan hanyalah perasaan letih, lapar, dan haus.
6. Muncul Keloid Di Bekas Jahitan
Selama masa penyembuhan luka operasi, banyak ibu yang gundah karena perutnya tak lagi mulus. Apalagi jika di bekas jahitan muncul benjolan memanjang yang disebut keloid. Munculnya keloid pada bekas sayatan operasi sesar biasanya disebabkan oleh paparan cairan ketuban yang mengandung faktor pertumbuhan sel, jenis benang jahit yang dipakai, teknik menjahit, serta bakat seseorang dalam reaksi jaringan. Pada ibu yang bersalin normal, mendambakan perut yang tetap mulus seperti saat gadis bukanlah masalah berarti.
7. Gatal Di Bekas Jahitan
Rasa gatal di bekas jahitan sangat mengganggu dan mendorong ibu untuk menggaruknya. Sedihnya, tidak disarankan bagi ibu untuk menggaruk karena dikhawatirkan jahitan akan terbuka dan menimbulkan dampak lebih parah. Rasa gatal bisa timbul akibat adanya infeksi pada daerah luka operasi seperti infeksi jamur atau karena reaksi penyembuhan luka yang berlebihan.
Bila penyebabnya infeksi biasanya akan tampak tanda radang di daerah jahitan (ditandai dengan kulit yang berwarna kemerahan, ada luka, ada cairan yang keluar, terasa panas, dan terasa nyeri bila ditekan). Berbeda bila disebabkan reaksi kulit yang berlebihan; kulit di daerah jahitan menebal dan mengeras serta menonjol dibanding permukaan kulit lainnya. Inilah yang disebut keloid. Ibu bersalin normal tidak merasakan hal ini karena tidak ada luka sayatan di daerah perut.
8. Luka Berpeluang Infeksi
Ibu yang melahirkan secara sesar harus menjaga luka di perutnya agar jangan sampai terkena air dan terinfeksi. Proses penyembuhan luka bekas sesar biasanya berlangsung 10 hari. Bagi ibu yang bersalin normal, perawatan luka kemungkinan dilakukan di bibir vagina yang diepisiotomi (digunting sedikit). Jika tak ada indikasi perlunya eposiotomi, setelah bersalin normal dan kembali bugar, ibu boleh mandi sesuka hati.
9. Minum Antibiotik
Untuk mencegah infeksi pada luka sayatan sesar, pascaoperasi ibu akan diberi antibiotik untuk beberapa hari ke depan. Jadi, sabar-sabar saja untuk tidak putus obat sepanjang dosis yang ditentukan dokter. Ibu bersalin normal, tidak perlu antibiotik. Yang mesti dipenuhi adalah asupan makanan empat sehat lima sempurna, dan minum minimal 8 gelas sehari.
10. Tidak Boleh Segera Hamil
Jarak aman antarkehamilan yang disarankan adalah 2 tahun setelah sesar, meski ini bukan angka mati karena terpulang kembali pada kondisi masing-masing ibu. Idealnya, sehabis menjalani operasi sesar, tunda kehamilan sampai luka operasi dan jahitannya benar-benar sembuh dan kuat. Kehamilan selagi jahitan masih "basah" dan belum kuat dikhawatirkan membuatnya lepas dan selanjutnya membahayakan ibu seiring dengan membesarnya perut. Selain itu, tenggang waktu 2 tahun ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada organ-organ reproduksi maupun organ lainnya untuk beristirahat.
Pada ibu yang bersalin normal, jarak setahun tidaklah masalah. Namun, tentu saja jarak kehamilan sedekat ini tidak dianjurkan karena tidak terlalu baik bagi psikis anak yang sangat membutuhkan perhatian penuh sampai ia cukup mandiri dan bisa berbagi.
11. Mobilisasi Terbatas
Dalam waktu 24 jam, mobilisasi ibu pascapersalinan sesar mesti dilakukan secara lebih lama dan lebih bertahap. Tanpa itu, proses penyembuhan luka bisa mengalami gangguan. Ibu yang melahirkan normal, setelah 6 jam beristirahat hanya perlu tahapan singkat mobilisasi. Setelah itu, ibu dapat langsung beraktivitas seperti biasa.
12. Latihan Pernapasan Dan Batuk
Latihan pernapasan dan batuk bagi ibu sesar dimaksudkan untuk membantu mengeluarkan sisa-sisa anestesi. Tujuannya agar paru-paru benar-benar bersih dan terhindar dari risiko pneumonia. Ibu bersalin normal tidak perlu susah-susah melakukan latihan napas dan batuk. Cukup lakukan senam ringan yang akan membantu proses pemulihan.
13. Kemungkinan Sembelit
Sehabis menjalani operasi sesar, biasanya ibu baru bisa buang air besar beberapa hari kemudian. Pada ibu yang bersalin normal, kondisi sembelit umumnya tidak ditemui.
14. Dibatasi 3 Anak
Mereka yang sudah menjalani 3x operasi sesar mau tidak mau harus bersedia disteril. Ini adalah standar medis di Indonesia guna menghindari hal-hal yang sangat membahayakan ibu maupun janinnya. Juga karena memang belum ada RS yang menyediakan teknologi mutakhir untuk melakukan operasi sesar keempat kalinya pada ibu yang sama.
Pada ibu yang melakukan persalinan normal, setelah bersalin anak ketiga, jika masih berencana ingin punya anak keempat dan seterusnya boleh-boleh saja. Dengan catatan ibu mampu lahir dan batin.
15. PANTANGAN-PANTANGAN
Meski tergantung pada jenis anastesi yang digunakan, kemung- kinan besar sehabis disesar ibu tidak boleh langsung minum sampai mendapat izin dari dokter. Ibu sesar juga mesti mengalami pemasangan kateter sebelum operasi dimulai yang dilepas setelah 24 jam. Biasanya setelah kateter dilepas, ibu sulit buang air kecil.
Pada ibu yang melahirkan secara normal, minum dan makan bisa dilakukan kapan saja setelahnya. Selain itu, tidak ada proses pemasangan kateter dan BAK atau BAB bisa dilakukan langsung secara normal.
Setelah operasi ibu yang bersalin sesar juga harus rela badannya ditusuk jarum infus yang tidak akan dirasakan oleh ibu yang bersalin normal.
2.7 VBAC (Vaginam Birth After C-Section)
Persalinan pervaginam pasca bedah Caesar sekarang bukanlah hal yang aneh. Praktisi kesehatan sebelum tahun 1970an seringkali menyatakan jika sudah menjalani bedah Caesar maka kelahiran selanjutnya juga dengan bedah Caesar, tapi banyaknya klien yang mendukung VBAC mengubah pandangan tersebut. Angka VBAC meningkat tajam pada tahun 1980 hingga 1990an, tapi belakangan ini angka ini menurun karena adanya peraturan legal-medis.
Penelitian selama 20 tahun tentang VBAC mendukung keputusan untuk melahirkan pervaginam pascaoperasi besar. Karena konsekuensi bedah Caesar meliputi kemungkinan yang lebih tinggi akan rehospitalisasi pasca persalinan, infertilitas, dan rupture uteri pada persalinan berikutnya, mencegah bedah Caesar pada kelahiran pertama tetaplah menjadi prioritas. Pada wanita dengan riwayat bedah Caesar, beberapa pihak mengklaim bahwa VBAC tetaplah merupakan pilihan yang lebih aman.
Di Amerika Serikat, American College of Obstetrician and Ginecologyst (ACOG) menambahkan beberapa rekomendasi pada penatalaksanaan VBAC sebagai berikut. Karena rupture uteri bias menjadi fatal, VBAC sebaiknya dilakukan di pelayanan kesehatan yang dilengkapi alat-alat yang memadai untuk merespon kegawatdaruratan dan tenaga medis yang kompeten dalam perawatan kegawatdaruratan. Yang harus ditekankan adalah keputusan tersebut haruslah dibuat setelah pengkajian resiko dan keuntungan dari tiap-tiap jenis proses persalinan.
http://justunsi.blogspot.com/2009_04_01_archive.html
ANATOMI ANAK
ANATOMI ANAK
PENDAHULUAN
Seorang anak bukan merupakan seorang dewasa dalam bentuk kecil, karena ia mempunyai sifat berlainan dari orang dewasa. Proporsi tubuh pada bayi baru lahir, balita, anak besar mempunyai perbedaan yang jelas dengan orang dewasa. Beberapa organ tubuh dan struktur telah berkembang dengan baik, dan bahkan telah mencapai ukuran sebagaimana pada orang dewasa ( contohnya trlinga bagian dalam ), sementara organ dan strutur lainnya masih mengalami perkembangan ( contohnya gigi yang akan mengalami erupsi, tanda seks sekunder yang belum berkembang ).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum perbedaan anatomi pada anak dengan orang dewasa, serta beberapa contoh kelainan anatomi pada anak yang sering dijumpai.
TINJAUAN PUSTAKA
I. GAMBARAN UMUM ANATOMI ANAK
a. Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari 2 os parietal, 1 os oksipital, dan 2 os frontal, tulang-tulang ini berhubungan satu dengan lainnya melalui membran yang disebut sutura, dan diantara sudut - sudut tulang terdapat ruang yang tertutup membran yang disebut fontanel. Titik tertinggi tulang tengkorak disebut verteks, yang menandakan perluasan ke arah posterior dermatom N.V1 pada kulit kepala.
Sutura pada tengkorak dibagi menjadi :
1 Sutura sagitalis superior, menghubungkan kedua os parietal kiri dan kanan
2 Sutura koronal, menghubungkan os parietal dengan os frontal
3 Sutura lamboidea, menghubungkan os parietal dengan os oksipital.
4 Sutura metopika / frontal, menghubungkan kedua os frontal
Fontanel ( ubun-ubun ) dibagi menjadi :
1. Fontanel mayor/anterior ( ubun-ubun besar/bregma ), berbentuk segi empat, merupakan pertemuan sutura sagitalis superior, sutura frontal, dan sutura koronal. Fontanel anterior akan tertutup sampai usia 18 bulan.
2. Fontanel minor/posterior ( ubun-ubun kecil ), berbentuk segi tiga, merupakan pertemuan sutura sagitalis superior dan sutura lamboidea
Sekitar usia 2 tahun kedua os frontal akan bersatu, namun pada beberapa individu akan menetap pada usia remaja. Sutura sagitalis superior akan menetap dan membentuk suatu sinostosis.
Os parietal mungkin memperlihatkan lubang-lubang untuk vena emiseria parietal, tepat disebelah anterior terhadap sutura lamboidea. Vena emiseria ini menembus os parietal dan berhubungan dengan sinus venosus di dalam dura kranialis. Vena emiseria mengalirkan darah kulit kepala memasuki sinus-sinus venosus selaput otak.
b. Wajah
Arkus zygomatikus terletak pada bagian terlebar wajah, merupakan penonjolan kranium. Di bawah arkus ini terdapat penonjolan os temporal yang disebut prosesus mastoideus. Pada saat kelahiran garis sutura ditengah membagi dua sutura secara vertikal, memisahkan os parietal, frontal, nasal, maksila, dan mandibula dari sisi lawannya. Setelah usia 2 tahun kedua sisi mandibula bersatu pada simfisis menti.
Rongga orbita adalah ruangan berbentuk limas yang tersusun dari os frontal, maksila, zygomatikus, sfenoid, etmoidalis dan lakrimalis. Batas-batas adalah rongga orbita adalah:
-Atap : os frontal
-Dasar : prosesus orbitalis maksila
-Lateral : os zygomatikus dan os frontal
-Medial : os etmoidalis, os lakrimalis
Kanalis optikus dan fisura orbitalis superior terletak pada puncak masing-masing rongga orbita. Pada kanalis optikus tersebut terdapat N.optikus dan A.ophtalmika, sewaktu alat-alat ini melintas di antara rongga orbita menuju fossa kranii media.
Hampir 1/3 tepi rongga orbita disusun oleh os frontal, maksila, dan zygomatikus. Ke arah medial tepi inferior rongga orbita dilanjutkan sebagai krista lakrimalis anterior maksila. Ke arah medial tepi superior dilanjutkan pada os frontal yang bergabung dengan krista lakrimalis posterior os lakrimale. Rigi-rigi lakrimale ini membatasi fossa bagian tulang yang berisi sakus lakrimalis.
Ukuran sinus maksilaris dan sinus etmoidalis pada bayi baru lahir masih kecil, sedangkan sinus frontalis dan sinus sfenoid belum berkembang.
Maksila membentuk dasar rongga orbita dan gusi. Sinus maksilaris merupakan perluasan ke di dinding medial os maksila. Dengan terjadinya erupsi gigi susu maka ruangan sinus ini akan bertambah besar, tetapi pertumbuhan maksila sangat lambat karena pertumbuhan gigi permanen baru terjadi pada usia 6 tahun. Pertambahan ukuran sinus dan tulang alveolar terjadi secara simultan bersama tulang mandibula.
Mandibula terdiri dari dua bagian pada waktu lahir, dipisahkan oleh jaringan fibrosa ( sutura inter mandibularis ) yang akan mengalami osifikasi pada tahun pertama menjadi simfisis menti. Os mandibula mempunyai prosesus alveolaris yang mengelilingi akar gigi bawah. Pemanjangan mandibula terjadi bersamaan dengan pertumbuhan gigi. Pemanjangan ramus mandibula dibutuhkasn untuk menampung gigi yang sedang mengalami erupsi dan mempertahankannya dalam posisi oklusi sesuai dengan bertambahnya jumlah gigi pada maksila sehingga ruang untuk erupsi gigi cukup besar. Pertumbuhan panjang mandibula ini terjadi pada epifisis leher mandibula ( yang terbentuk dari kartilago sekuler ).
Pada saat lahir mandibula berbentuk tumpul. Prosessus koronoideus terletak lebih tinggi dari pada kondilus. Posisi normal mandibula baru tercapai pada usia 2 tahun, dan setelah erupsi gigi permanen posisi kondilus lebih tinggi dari pada prosesus koroideus
Lidah bayi baru lahir ukurannya lebih besar dan ujungnya lebih tumpul. Palatum durum terletak setinggi orifisium tuba eustachius. Dalam perkembangannya palatum akan turun sedangkan muara tuba akan tetap pada tempatnya di nasofaring.
Jaringan limfatik pada langit-langit dan nasofaring ( adenoid ) mengalami hipertrofi dan berangsur-angsur mengecil dan menghilang pada usia 14 tahun.
c. Telinga
Telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan meatus akustikus eksternus. Meatus akustikus eksternal pada bayi baru lahir seluruhnya terdiri dari kartilago.
Telinga tengah adalah modifikasi sinus udara di dalam bagian petrosa os temporal. Telinga tengah berhubungan dengan sel-sel udara mastoid melalui aditus dan juga dengan nasofaring melalui tuba eustachius ( tuba auditiva ). Tuba ini pada anak lebih pendek, lebih lebar, kedudukannya lebih mendatar, dan kurang mengandung rambut getar dari pada tuba orang dewasa, sehingga lebih memudahkan terjadinya radang telinga tengah.
Kavum timpani adalah rongga yang mempunyai arah vertikal dengan batas-batas :
- Atap : tegmen timpani ( bagian petrosa os temporal )
- Dasar : bulbus jugularis superior
- Medial : membran timpani
- Anterior: tuba eustachius
Membran timpani hampir sama ukuran dengan orang dewasa tetapi lebih menghadap kebawah dan terletak lebih dalam. Membran timpani terikat pada tulang timpanika yang telah ada pada saat lahir sebagai cincin timpanika berbentuk huruf C, terletak pada permukaan bawah os petrosa dan skuamosa yang merupakan bagian dari tulang temporal. Pada bayi baru lahir membran timpani lebih tebal dan suram serta letaknya lebih miring.
Tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, stapes, terletak diantara membran timpani dan jendela oval.
Telinga dalam terdapat didalam os petrosa dan mempunyai 2 bagian yaitu labirin bagian tulang dan labirin bagian membranosa. Labirin bagian tulang mempunyai 3 bagian yakni koklea, vestibulum, dan kanalis semisirkularis. Ketiga bagian tersebut telah mencapai ukuran dewasa saat lahir.
Labirin bagian membranosa mempunyai 3 komponen : duktus koklearis, sakulus dan utrikulus, dan ketiga duktus kanalis semisirkularis.
d. Leher
Leher anak lebih pendek daripada leher orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh lebih besarnya rongga toraks pada anak akibat posisi iga yang lebih horisontal.
Bagian luar leher terbagi menjadi daerah segitiga posterior dan anterior.
Batas segitiga posterior leher adalah :
- Dasar : 1/3 bagian tengah klavikula
- Anterior : m.sternokleidomastoideus
- Posterior: m.trapezius
- Puncak segitiga terproyeksi ke superior dibelakang telinga sampai setinggi linea nuke superior os oksipital dimana m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius bertemu.
Segitiga anterior leher dibatasi oleh :
- Anterior : garis tengah leher mulai dari os hioid sampai manubrium sterni
- Posterior : m.sternocleidomastoideus
- Atap : tepi bawah os mandibula.
Beberapa kelenjar getah bening dijumpai pada tepi posterior m.sternokleidomastoideus. Kelenjar ini adalah kelenjar getah bening ( KGB servikalis profundus ) yang mengalirkan getah bening kulit kepala dan leher dan bernuara pada trunkus limfatikus jugularis.
Kelenjar tiroid adalah kelenjar berlobus dua yang terletak di sebelah lateral laring dan trakea, pada leher bawah. Kedua lobus dihubungkan oleh ismus jaringan tiroid yang menyilang trakea setinggi tulang-tulang rawan trakea ke 2 – 4. Cabang-cabang laringeus rekuren N.vagus terletak di dalam lobus-lobus tiroid ini. Sewaktu pembedahan kelenjar tiroid, saraf-saraf ini mudah cedera dan bila cedera dapat menyebabkan masalah-masalah pernafasan dan suara
e. Thoraks
Dinding toraks tersusun dari sternum, klavikula, iga, dan vertebra torakal. Pada bayi, bentuk dada hampir bulat. Pada usia di bawah 2 tahun, lingkar dada lebih kecil daripada lingkar kepala. Dada membesar dalam diameter transversal. Pada bayi prematur, iga-iga masih tipis dan sela iga akan tertarik ke dalam pada saat inspirasi. Dalam keadaan normal, dapat teraba celah Harrison yang merupakan tempat perlekatan diafragma pada iga. Tulang iga terletak lebih horisontal, sehingga batas rongga dada lebih tinggi daripada orang dewasa. Dengan lebih tingginya batas atas rongga dada, maka posisi diafargma juga akan menjadi lebih tinggi, dan hal ini akan mengakibatkan pertambahan volume abdomen. Seiring dengan pertambahan usia, akan terjadi perubahan posisi iga menjadi lebih miring, sehingga batas atas rongga dada akan turun.
Rongga dada berisi struktur-struktur penting, yaitu timus, paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar.
Timus terletak di belakang manubrium sterni, dan di depan pembuluh besar diatas jantung. Timus adalah kelenjar berlobus dua yang memanjang, dimana bagian terbesar aktifitas fungsionalnya adalah semasa kehidupan janin. Sesudah pubertas, perlahan-lahan timus mengkerut sampai hanya terdiri dari dua massa lemak memanjang yang ke arah bawah mencapai perikardium dan dengan sedikit sisa jaringan timus.
f. Sistem respirasi
Traktus respiratorius mempunyai dua bagian :
1. Saluran penghantar udara, terdiri dari : hidung bagian luar, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus.
2. Pernapasan, terdiri dari : paru-paru ( mempunyai bronkiolus respirasi, duktus alveolar, sakus alveolar, dan alveolus ).
Tonsil (naso-) faringea terletak didalam submukosa yang melapisi dinding posterior dan superior nasofaring. Tonsil ini dinamakan adenoid, yang jika membesar pada anak mungkin bernafas melalui mulut, sebagai jalan pintas bagi sumbatan saluran pernafasan di antara nasofaring dan orofaring. Pada anak-anak pernapasan melalui mulut yang berlebihan akan membangkitkan perubahan pertumbuhan tulang-tulang wajah.
Pembentukan saluran pernafasan dimulai dari minggu ke-3 kehamilan, dan akan lengkap sampai usia 26 minggu tetapi fungsi pertukaran gas baru sempurna pada minggu ke -34 sampai minggu ke -36, pada saat itu alveolus sudah mulai matang, baik bentuk maupun fungsinya. Walaupun demikian perkembangan alveolus tersebut masih berlangsung terus dalam besar dan jumlahnya sampai bayi lahir.
Kematangan alveolus dalam menjalankan fungsinya sangat dipengaruhi oleh bahan surfaktan, suatu campuran protein dan fosfolipid yang berperan dalam mengatur tegangan permukaan alveolus. Zat ini mulai terbentuk pada minggu ke -18 dan secara bertahap kadarnya meningkat sampai minggu ke-34. Peningkatan jumlah surfaktan masih terus berlangsung sampai bayi lahir.
Pendarahan paru pada bayi berbeda dibandingkan dengan akhir masa kandungan. Pada masa bayi, arteri yang memperdarahi ductus alveolar dan alveolus bagian sentral berasal dari anastomosis arteri bronkopulmonal, dinamakan arteri bronkialis, sedangkan pada anak dan dewasa arteri bronkialis ini berasal dari arkus aorta dan ikut memperdarahi bronkus, bronkiolus dan septum interlobular.
Paru-paru kanan dan kiri adalah jaringan elastis seperti bunga karang dan teraba seperti spons. Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus yang terpisah oleh dua fisura, paru kiri terbagi menjadi dua lobus oleh satu fisura. Paru-paru dibungkus oleh sel-sel mesotel yang tipis yang disebut pleura viseralis dan parietalis. Pleura parietalis juga melapisi iga, diafragma dan mediastinum. Antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat ruang potensial yang berisi cairan pleura yang disebut rongga pleura dan rongga ini memungkinkan paru berkembang tanpa gesekan.
Paru kanan mempunyai 3 lobus, yaitu lobus superior, media, dan inferior yang masing-masing dipisahkan oleh fisura oblikua dan fisura horisontal. Sedangkan paru kiri mempunyai 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dipisahkan oleh fisura oblikua dan sangat jarang lobus superior paru kiri memiliki fisura horisontal. g. Sistem sirkulasi
Janin memperoleh oksigen dari plasenta karena fungsi paru belum berkembang. Sirkulasi janin diatur oleh tiga komponen penting, yaitu duktus venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus.
Sirkulasi janin dimulai dari plasenta yang menukar hasil akhir metabolisme dengan sumber energi dan metabolisme baru seperti oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, cairan, dan elektrolit. Darah dari plasenta melalui vena umbilikalis sebagian masuk ke vena hepatika dan sebagian lagi masuk ke duktusvenosus menuju vena kava inferior. Dari vena kava inferior, 1/3 darah akan masuk ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan aorta., sedangkan 2/3-nya lagi akan masuk ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan A.pulmonalis. Hal ini disebabkan oleh muara vena kava inferior terdapat di septum interatrium. Darah dari ventrikel kanan sebagian kecil akan ke paru, sebagian lainnya akan masuk ke aorta desenden melalui duktus arteriosus yang menghubungkan A.pulmonalis dengan aorta desenden.
Hampir semua darah yang berasal dari tubuh bagian atas akan masuk ke atrium kanan melalui vena kava superior, kemudian masuk ke ventrikel kanan.
Setelah kelahiran, terjadi perubahan sirkulasi berupa :
1. Penurunan resistensi vaskuler paru
2. Peningkatan aliran darah paru
3. Peningkatan resistensi vaskuler sistemik
4. Penutupan arteri umbilikalis
5. Penutupan vena umbilikalis dan duktus venosus
6. Pengaliran darah melalui duktus arteriosus terutama dari kiri ke kanan
7. Penutupan foramen ovale
Penutupan arteri umbilikalis terjadi beberapa menit setelah lahir karena kontraksi otot polos dinding pembuluh darah tersebut, dan mungkin karena rangsangan suhu dan mekanik serta perubahan dalam kadar oksigen. Secara fisiologis, penutupan ini terjadi karena proliferasi jaringan fibrotik dalam waktu 2-3 bulan. Bagian distalnya akan menjadi ligamentum umbilikalis medialis, sedangkan bagian proksimalnya akan tetap terbuka sebagai A.vesikalis superior.
Vena umbilikalis dan duktus venosus akan menutup segera setelah penutupan A.umbilikalis. Vena umbilikalis akan membentuk ligamentum teres hepatis yang berjalan pada tepi bawah hati. Duktus venosus yang berjalan dari ligamentum teres hepatis ke vena kava inferior juga akan menutup dan membentuk ligamentum venosum.
Duktus arteriosus akan menutup setelah kelahiran, disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding duktus tersebut, dan mungkin dipengaruhi oleh bradikinin (suatu zat yang dikeluarkan oleh paru selama permulaan perkembangannya). Pirau kiri ke kanan melalui duktus arteriosus biasanya menetap samapi 15-20 jam setelah lahir, tetapi dapat berlangsung sampai beberapa hari. Namun pada bayi sehat umumnya hanya berlangsung selama 1 jam setelah lahir. Penutupan lengkap secara anatomik terjadi dalam waktu 1-3 bulan, selanjutnya menjadi ligemantum arteriosum.
Penutupan foramen ovale terjadi bersamaan dengan tarikan nafas pertama. Pernutupan ini terjadi terjadi akibat meningkatnya tekanan dalam atrium kiri yang disertai penurunan tekanan dalam atrium kanan. Penutupoan fungsional foramen ovale terjadi tidak lengkap segera setelah lahir. Pada 50% bayi sewaktu menangis masih terdapat pirau dari kanan ke kiri sampai usia 8 hari. Pada 50% individu lainnya masih dapat terbuka sampai usia 5 tahun.
h. Abdomen
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia. Fungsi otot dinding perut adalah untuk pernafasan, proses berkemih, dan defekasi dengan meninggikan tekanan intra abdomen.
Dinding perut terdiri dari berbagai lapisan, yaitu kutis, subkutis, lemak subkutan, fasia superfisialis (fasia skarpa). Kemudian otot dinding perut, yaitu m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.transversus abdominis, dan akhirnya lapisan preperitoneum dan peritoneum, yaitu fasia transversalis, lemak preperitoneal, dan peritoneum.
Otot perut anak biasanya lebih tipis dan lebih lemah daripada orang dewasa. Jika anak berbaring, perut kelihatan datar, dan bila berdiri akan terjadi lordosis sehingga perut kelihatan membuncit. Keadaan ini dianggap normal sampai pubertas. Anak dibawah usia 6 tahun, gerakan abdomen akan lebih dominan daripada gerakan toraks, sehingga bila di atas usia 6 tahun masih tampak gerakan abdomen yang dominan perlu dicurigai adanya kelainan paru.
Organ-organ perut relatif besar, tepi hati yang lunak dapat teraba di bawah arkus kosta kanan. Limpa biasanya tidak teraba.
i. Sistem Pencernaan
Pada saat lahir, tidak semua komponen sistem saluran cerna telah mencapai kematangannya. Kelanjutan pematangan sistem pencernaan akan tampak oleh adanya perubahan pola fungsi selama masa pertumbuhan anak.
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Sepertiga atas esofagus merupakan otot serat lintang yang berhubungan dengan otot-otot faring, sedangkan 2/3 bagian bawah adalah otot polos. Esofagus menyempit pada 3 tempat, yaitu setinggi tulang rawan krikoid yang merupakan sfingter, rongga dada bagian tengah akibat penekanan oleh arkus aorta dan bronkus utama kiri (tidak bersifat sfingter), dan pada hiatus esofagus diafragma (otot polos bagian ini bersifat sfingter). Pembuluh vena esofagus bagian bawah berhubungan langsung dengan sirkulasi vena porta. Di sebelah dorsal kanan esofagus terdapat duktus torasikus.
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak antara esofagus dan duodenum. Lambung terbagi menjadi 2 bagian, ¾ proksimal terdiri dari fundus dan korpus, sedangkan bagian distalnya adalah antrum. Ciri yang menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dengan pembuluh nadi besar di depan kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung.
Pada bagian distal lambung terdapat selaput lingkar yang disebut pilorus yang berfungsi sebagai sfingter untuk mencegah kebocoran isi lambung. Pilorus inidiperkuat oleh serabut otot lingkar yang kuat dan terbuka melalui pengaturan saraf.
Duodenum mulai pada pilorus dan berakhir pada batas duodenoyeyunal.Pada cekungan duodenum setinggi vertebra L2 terdapat kepala pankreas.
Sekum pada anak berbentuk kerucut dan apendik berasal dari bagian apek kiri. Selama masa anak-anak dinding lateral sekum membesar, sehingga apendiks terletak pada bagian posterior dinding medial. Mukosa apendiks kaya akan jaringan limfoid pada masa anak-anak dan akan berkurang setelah dewasa.
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh manusia dan memiliki dua permukaan yaitu permukaan diafragma da viseral. Pada waktu lahir ukuran hati relatif dua kali lebih besar dibandingkan hati pada dewasa dan batas inferiornya dapat dipalpasi dibawah iga. Waktu lahir berat hati sekitar 120 – 160 g. Kemudian berat ini bertambah sesuai pertumbuhan anak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah 2 kali lipat, pada usia 3 tahun beratnya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur 9 tahun dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir. Hati berada di rongga dada bawah dengan bagian atas memotong garis mid klavikula kanan pada sela iga 5-6 dan memotong garis aksilaris kanan pada sela iga ke-7. Batas bawah berada 1 cm di bawah garis lengkung iga bawah.
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen, di belakang gaster, di dalam ruang retroperitoneal. Pankreas terbagi menjadi bagian kepala/kaput, korpus, dan ekor. Di sebelah ekor kiri ekor pankreas terdapat hilus limpa di arah kraniodorsal. Saluran pankreas Wirsung dimulai dari ekor pankreas sampai kaput pankreas, bergabung dengan saluran empedu di ampula hepatiko-pankreatika untuk selanjutnya bermuara pada papila Vater. Saluran pankreas minor Santorini atau duktus pankreatikus asesorius bermuara di papila minor yang terletak proksimal dari papila mayor.
j. Sistem urogenital
Sistem kemih seluruhnya terletak di ruang retroperitoneal, terdiri dari ginjal, ureter, buli-buli, dan uretra.
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak antara vertebra L1 dan L4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba pada janin permukaannya berlobulasi yang kemudian menjadi rata pada masa bayi, dan dengan lemak perinefrik yang tipis.
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di kortek dan puncaknya yang disebut papila yang bermuara dikaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Sedangkan daerah medula terdiri dari percabangan pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa henle, dan duktus koligens.
Satuan kerja terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira satu juta nefron. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Ujung nefron bermuara di duktus koligens.
Batas superior ginjal ditempati oleh kelenjar adrenal. Pada waktu lahir ukurannya hampir sebesar ukuran ginjal.
Arteri renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end artery).
Dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat, yang berhubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah kranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke buli-buli secara miring.
Sistem pendarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal, gonad dan buli-buli dengan hubungan kolateral.
Pada waktu lahir buli-buli terdapat intra abdomen, berbentuk kumparan, terletak dalam jaringan ektra peritoneal dinding depan perut, karena rongga pelvis pada waktu lahir berukuran sangat kecil dan bagian fundus buli-buli berada di atas simfisis pubis pada waktu buli-buli kosong. Kira-kira pada usia 6 tahun, panggul anak sudah cukup meluas untuk memungkinkan buli-buli ke posisinya yang tetap di dalam panggul.
Testis terletak didalam skrotum. Masing-masing testis berbentuk bulat dan dilapisi jaringan ikat yang tebal disebut tunika albugenia. Saluran keluar testis (duktus efferen) berjalan dari bagian superior testis menuju duktus epididimis. Duktus deferen menghubungkan duktus epididimis dan uretea, naik dari bagian superior skrotum ke dinding perut menembus kanalis inguinalis.
k. Ekstremitas
Pada saat kelahiran ekstremitas atas lebih berkembang dibandingkan ekstremitas bawah. Pada neonatus cukup bulan yang sehat, posisi ekstremitas selalu dalam keadaan fleksi, dengan gerakan yang aktif dan simetris. Pertumbuhan panjang lengan lebih banyak pada bahu dan pergelangan tangan dibandingkan dengan siku, dengan refleks menggenggam yang kuat.
Pada ekstremitas bawah, pertumbuhan lutut lebih cepat daripada panggul atau pergelangan kaki. Penting pula diperhatikan adanya kelainan posisi kaki dan bentuk tulang pada saat anak mulai berjalan.
l. Kolumna vertebralis
Sampai saat kelahiran, kolumna vertebralis berbentuk huruf C. Hal ini dipengaruhi oleh posisi janin dalam uterus. Pada saat setelah lahir, tulang belakang menjadi fleksibel dan akan menyesuaikan lengkungannya sesuai gravitasi. Lengkung servikal mencembung ke arah ventral ketika anak berjalan. Dengan bertambahnya usia, sumbu pelvis menjadi lebih ke depan, sehingga menimbulkan sikap lordosis pada lumbal untuk mempertahankan posisi tubuh vertikal pada waktu berdiri.
Sebelum dilahirkan, medula spinalis terletak sepanjang kolumna vertebralis, tetapi dengan bertambahnya usia kolumna vertebralis dan duramater mengalami pertumbuhan yang cepat, sehingga ujung kaudal medula spinalis menjadi setinggi ruas L3. Akibatnya, saraf-saraf spinal berjalan miring dari diskus asalnya menuju diskus yang sesuai. Duramater tetap melekat pada kolumna vertebralis setinggi koksigeal. Pada orang dewasa, medula spinalis terletak setinggi ruas L2. Hal ini penting dalam perimbangan penentuan posisi lumbal pungsi agar tidak mencederai ujung bawah medula spinalis.
II. KELAINAN ANATOMI PADA ANAK
Beberapa kelainan anatomi pada anak yang disebabkan oleh gangguan pada masa embriologi :
1. Palatoskisis
Tonjolan hidung medialis, yang membentuk dua segmen antara maksila, gagal menyatu. Koreksi dilakukan sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara
2. Cleft vertebra (spina bifida)
Timbul akibat penyatuan yang tidak sempurna atau tidak bersatunya lengkung-lengkung vertebra, dan biasanya disertai dengan cacat medula spinalis yang menonjol melalui celah tersebut dan berhubungan dengan dunia luar. Gangguan penutupan ini biasanya terdapat posterior mengenai prosesus spinosus dan lamina, sangat jarang terjadi pada bagian anterior. Pembedahan dilakukan secepatnya pad spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya pada minggu pertama setelah kelahiran.
3. Stenosis infundibularis pulmonalis (tetralogi fallot)
Merupakan kelainan jantung bawaan yang terdiri dari empat unsur yaitu defek sekat ventrikel, aorta yang berpindah kearah kanan, stenosis pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Tindakan bedah harus dilakukan karena dapat menyebabkan kecacatan dan kematian.
4. ASD
Defek septum atrium merupakan kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial. VSD dibagi menjadi 3 tipe
1. VSD sekundum
2. VSD primum
3. Defek sinus venosus.
Bedah penutupan dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik lebih dari 2.
5. Atresia esofagus
Terjadi karena gangguan perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esofagus. Atresia esofagus mungkin disertai oleh kelainan jantung, atresia rektum, kelainan tulang belakang, serta kelahiran prematur.Pembedaqhan dilakukan satu tahap atau dua tahap bergantung pada tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada esofagus proksimal dan gastrostomi. Penutupan fistel, anastomosis esofagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian pada saat bayi berumur satu tahun.
6. Hipertrofi Pilorus
Merupakan kelainan yang terjadi pada otot pilorus yang mengalami hipertrofi pada lapisan sirkuler, terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Piloromiotomi merupakan pilihan utama prosedur pembedahan, jika dikerjakan secara benar tidak akan menimbulkan kekambuhan.
7. Hipospadi
Pada kelainan ini, uretra terlalu pendek sehingga tidak mencapai ujung glans penis, muaranya terletak ventro-proksimal. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior; leher kandung kemih dan uretra posterior tidak mengalami kelainan, dan kontinensi tidak terganggu. Operasi sebaiknya dikerjakan pada usia pra sekolah.
8. Penyakit Hirscprung
Merupakan kelainan akibat tidak adanya ganglion parasimpatis pada dindinng usus yang menyempit, sehingga lumen usus akan menyempit. Trias yang ditemukan adalah mekonium yang terlambat keluar, perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pemeriksaan colok dubur sangat penting pada penyakit ini. Kolostomi merupakan tindakan operatif darurat dan dimaksudkan untuk menghilangkan gejala obstruksi usus sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitif. Operasi definitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus yang sehat ke arah anus.
9. Kriptorkismus
Pada kelainan ini, testis tidak turun ke dalam skrotum, sedangkan hernia inguinalis yang umumnya menyertai keadaan tertinggalnya testis tidak menimbulkan gejala atau tanda. Kriptorkismus dapat diatasi dengan pemberian hormon gonadotropin sewaktu usia 1 tahun, jika hasil kurang memuaskan dilakukan tindakan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Minn RHM ; Lat’s Anatomy Regional and Applied, 9th ed, New York: Churcill Livingstone, 1994
2. Langman, Jan: Medical Embryology 5th ed, Baltimore: William & Wilkins, 1985
3. Jhon V. Basmajian & Charles E. Slonecker: Grant, Metode Anatomi Berorientasi pada Klinik, ed 11, jilid 1, 19
4. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Prof. H. Nurbaiti Iskandar : Buku ajar ilmu penyakit THT, edisi 3, Blai penaerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1990
5. staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Buku kuliah 1, 2, 3 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985
6. Henning Kramer: Interaktiver volumenbasierter; 3D Atlas eines menslichen Foten auf der Basis einer Kemspintomographie; Dissertation, Fachbereich Medizin, Universitat hamburg, 1998
http://dokterfoto.com/2008/02/25/anatomi-anak/
PENDAHULUAN
Seorang anak bukan merupakan seorang dewasa dalam bentuk kecil, karena ia mempunyai sifat berlainan dari orang dewasa. Proporsi tubuh pada bayi baru lahir, balita, anak besar mempunyai perbedaan yang jelas dengan orang dewasa. Beberapa organ tubuh dan struktur telah berkembang dengan baik, dan bahkan telah mencapai ukuran sebagaimana pada orang dewasa ( contohnya trlinga bagian dalam ), sementara organ dan strutur lainnya masih mengalami perkembangan ( contohnya gigi yang akan mengalami erupsi, tanda seks sekunder yang belum berkembang ).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum perbedaan anatomi pada anak dengan orang dewasa, serta beberapa contoh kelainan anatomi pada anak yang sering dijumpai.
TINJAUAN PUSTAKA
I. GAMBARAN UMUM ANATOMI ANAK
a. Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari 2 os parietal, 1 os oksipital, dan 2 os frontal, tulang-tulang ini berhubungan satu dengan lainnya melalui membran yang disebut sutura, dan diantara sudut - sudut tulang terdapat ruang yang tertutup membran yang disebut fontanel. Titik tertinggi tulang tengkorak disebut verteks, yang menandakan perluasan ke arah posterior dermatom N.V1 pada kulit kepala.
Sutura pada tengkorak dibagi menjadi :
1 Sutura sagitalis superior, menghubungkan kedua os parietal kiri dan kanan
2 Sutura koronal, menghubungkan os parietal dengan os frontal
3 Sutura lamboidea, menghubungkan os parietal dengan os oksipital.
4 Sutura metopika / frontal, menghubungkan kedua os frontal
Fontanel ( ubun-ubun ) dibagi menjadi :
1. Fontanel mayor/anterior ( ubun-ubun besar/bregma ), berbentuk segi empat, merupakan pertemuan sutura sagitalis superior, sutura frontal, dan sutura koronal. Fontanel anterior akan tertutup sampai usia 18 bulan.
2. Fontanel minor/posterior ( ubun-ubun kecil ), berbentuk segi tiga, merupakan pertemuan sutura sagitalis superior dan sutura lamboidea
Sekitar usia 2 tahun kedua os frontal akan bersatu, namun pada beberapa individu akan menetap pada usia remaja. Sutura sagitalis superior akan menetap dan membentuk suatu sinostosis.
Os parietal mungkin memperlihatkan lubang-lubang untuk vena emiseria parietal, tepat disebelah anterior terhadap sutura lamboidea. Vena emiseria ini menembus os parietal dan berhubungan dengan sinus venosus di dalam dura kranialis. Vena emiseria mengalirkan darah kulit kepala memasuki sinus-sinus venosus selaput otak.
b. Wajah
Arkus zygomatikus terletak pada bagian terlebar wajah, merupakan penonjolan kranium. Di bawah arkus ini terdapat penonjolan os temporal yang disebut prosesus mastoideus. Pada saat kelahiran garis sutura ditengah membagi dua sutura secara vertikal, memisahkan os parietal, frontal, nasal, maksila, dan mandibula dari sisi lawannya. Setelah usia 2 tahun kedua sisi mandibula bersatu pada simfisis menti.
Rongga orbita adalah ruangan berbentuk limas yang tersusun dari os frontal, maksila, zygomatikus, sfenoid, etmoidalis dan lakrimalis. Batas-batas adalah rongga orbita adalah:
-Atap : os frontal
-Dasar : prosesus orbitalis maksila
-Lateral : os zygomatikus dan os frontal
-Medial : os etmoidalis, os lakrimalis
Kanalis optikus dan fisura orbitalis superior terletak pada puncak masing-masing rongga orbita. Pada kanalis optikus tersebut terdapat N.optikus dan A.ophtalmika, sewaktu alat-alat ini melintas di antara rongga orbita menuju fossa kranii media.
Hampir 1/3 tepi rongga orbita disusun oleh os frontal, maksila, dan zygomatikus. Ke arah medial tepi inferior rongga orbita dilanjutkan sebagai krista lakrimalis anterior maksila. Ke arah medial tepi superior dilanjutkan pada os frontal yang bergabung dengan krista lakrimalis posterior os lakrimale. Rigi-rigi lakrimale ini membatasi fossa bagian tulang yang berisi sakus lakrimalis.
Ukuran sinus maksilaris dan sinus etmoidalis pada bayi baru lahir masih kecil, sedangkan sinus frontalis dan sinus sfenoid belum berkembang.
Maksila membentuk dasar rongga orbita dan gusi. Sinus maksilaris merupakan perluasan ke di dinding medial os maksila. Dengan terjadinya erupsi gigi susu maka ruangan sinus ini akan bertambah besar, tetapi pertumbuhan maksila sangat lambat karena pertumbuhan gigi permanen baru terjadi pada usia 6 tahun. Pertambahan ukuran sinus dan tulang alveolar terjadi secara simultan bersama tulang mandibula.
Mandibula terdiri dari dua bagian pada waktu lahir, dipisahkan oleh jaringan fibrosa ( sutura inter mandibularis ) yang akan mengalami osifikasi pada tahun pertama menjadi simfisis menti. Os mandibula mempunyai prosesus alveolaris yang mengelilingi akar gigi bawah. Pemanjangan mandibula terjadi bersamaan dengan pertumbuhan gigi. Pemanjangan ramus mandibula dibutuhkasn untuk menampung gigi yang sedang mengalami erupsi dan mempertahankannya dalam posisi oklusi sesuai dengan bertambahnya jumlah gigi pada maksila sehingga ruang untuk erupsi gigi cukup besar. Pertumbuhan panjang mandibula ini terjadi pada epifisis leher mandibula ( yang terbentuk dari kartilago sekuler ).
Pada saat lahir mandibula berbentuk tumpul. Prosessus koronoideus terletak lebih tinggi dari pada kondilus. Posisi normal mandibula baru tercapai pada usia 2 tahun, dan setelah erupsi gigi permanen posisi kondilus lebih tinggi dari pada prosesus koroideus
Lidah bayi baru lahir ukurannya lebih besar dan ujungnya lebih tumpul. Palatum durum terletak setinggi orifisium tuba eustachius. Dalam perkembangannya palatum akan turun sedangkan muara tuba akan tetap pada tempatnya di nasofaring.
Jaringan limfatik pada langit-langit dan nasofaring ( adenoid ) mengalami hipertrofi dan berangsur-angsur mengecil dan menghilang pada usia 14 tahun.
c. Telinga
Telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan meatus akustikus eksternus. Meatus akustikus eksternal pada bayi baru lahir seluruhnya terdiri dari kartilago.
Telinga tengah adalah modifikasi sinus udara di dalam bagian petrosa os temporal. Telinga tengah berhubungan dengan sel-sel udara mastoid melalui aditus dan juga dengan nasofaring melalui tuba eustachius ( tuba auditiva ). Tuba ini pada anak lebih pendek, lebih lebar, kedudukannya lebih mendatar, dan kurang mengandung rambut getar dari pada tuba orang dewasa, sehingga lebih memudahkan terjadinya radang telinga tengah.
Kavum timpani adalah rongga yang mempunyai arah vertikal dengan batas-batas :
- Atap : tegmen timpani ( bagian petrosa os temporal )
- Dasar : bulbus jugularis superior
- Medial : membran timpani
- Anterior: tuba eustachius
Membran timpani hampir sama ukuran dengan orang dewasa tetapi lebih menghadap kebawah dan terletak lebih dalam. Membran timpani terikat pada tulang timpanika yang telah ada pada saat lahir sebagai cincin timpanika berbentuk huruf C, terletak pada permukaan bawah os petrosa dan skuamosa yang merupakan bagian dari tulang temporal. Pada bayi baru lahir membran timpani lebih tebal dan suram serta letaknya lebih miring.
Tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, stapes, terletak diantara membran timpani dan jendela oval.
Telinga dalam terdapat didalam os petrosa dan mempunyai 2 bagian yaitu labirin bagian tulang dan labirin bagian membranosa. Labirin bagian tulang mempunyai 3 bagian yakni koklea, vestibulum, dan kanalis semisirkularis. Ketiga bagian tersebut telah mencapai ukuran dewasa saat lahir.
Labirin bagian membranosa mempunyai 3 komponen : duktus koklearis, sakulus dan utrikulus, dan ketiga duktus kanalis semisirkularis.
d. Leher
Leher anak lebih pendek daripada leher orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh lebih besarnya rongga toraks pada anak akibat posisi iga yang lebih horisontal.
Bagian luar leher terbagi menjadi daerah segitiga posterior dan anterior.
Batas segitiga posterior leher adalah :
- Dasar : 1/3 bagian tengah klavikula
- Anterior : m.sternokleidomastoideus
- Posterior: m.trapezius
- Puncak segitiga terproyeksi ke superior dibelakang telinga sampai setinggi linea nuke superior os oksipital dimana m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius bertemu.
Segitiga anterior leher dibatasi oleh :
- Anterior : garis tengah leher mulai dari os hioid sampai manubrium sterni
- Posterior : m.sternocleidomastoideus
- Atap : tepi bawah os mandibula.
Beberapa kelenjar getah bening dijumpai pada tepi posterior m.sternokleidomastoideus. Kelenjar ini adalah kelenjar getah bening ( KGB servikalis profundus ) yang mengalirkan getah bening kulit kepala dan leher dan bernuara pada trunkus limfatikus jugularis.
Kelenjar tiroid adalah kelenjar berlobus dua yang terletak di sebelah lateral laring dan trakea, pada leher bawah. Kedua lobus dihubungkan oleh ismus jaringan tiroid yang menyilang trakea setinggi tulang-tulang rawan trakea ke 2 – 4. Cabang-cabang laringeus rekuren N.vagus terletak di dalam lobus-lobus tiroid ini. Sewaktu pembedahan kelenjar tiroid, saraf-saraf ini mudah cedera dan bila cedera dapat menyebabkan masalah-masalah pernafasan dan suara
e. Thoraks
Dinding toraks tersusun dari sternum, klavikula, iga, dan vertebra torakal. Pada bayi, bentuk dada hampir bulat. Pada usia di bawah 2 tahun, lingkar dada lebih kecil daripada lingkar kepala. Dada membesar dalam diameter transversal. Pada bayi prematur, iga-iga masih tipis dan sela iga akan tertarik ke dalam pada saat inspirasi. Dalam keadaan normal, dapat teraba celah Harrison yang merupakan tempat perlekatan diafragma pada iga. Tulang iga terletak lebih horisontal, sehingga batas rongga dada lebih tinggi daripada orang dewasa. Dengan lebih tingginya batas atas rongga dada, maka posisi diafargma juga akan menjadi lebih tinggi, dan hal ini akan mengakibatkan pertambahan volume abdomen. Seiring dengan pertambahan usia, akan terjadi perubahan posisi iga menjadi lebih miring, sehingga batas atas rongga dada akan turun.
Rongga dada berisi struktur-struktur penting, yaitu timus, paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar.
Timus terletak di belakang manubrium sterni, dan di depan pembuluh besar diatas jantung. Timus adalah kelenjar berlobus dua yang memanjang, dimana bagian terbesar aktifitas fungsionalnya adalah semasa kehidupan janin. Sesudah pubertas, perlahan-lahan timus mengkerut sampai hanya terdiri dari dua massa lemak memanjang yang ke arah bawah mencapai perikardium dan dengan sedikit sisa jaringan timus.
f. Sistem respirasi
Traktus respiratorius mempunyai dua bagian :
1. Saluran penghantar udara, terdiri dari : hidung bagian luar, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus.
2. Pernapasan, terdiri dari : paru-paru ( mempunyai bronkiolus respirasi, duktus alveolar, sakus alveolar, dan alveolus ).
Tonsil (naso-) faringea terletak didalam submukosa yang melapisi dinding posterior dan superior nasofaring. Tonsil ini dinamakan adenoid, yang jika membesar pada anak mungkin bernafas melalui mulut, sebagai jalan pintas bagi sumbatan saluran pernafasan di antara nasofaring dan orofaring. Pada anak-anak pernapasan melalui mulut yang berlebihan akan membangkitkan perubahan pertumbuhan tulang-tulang wajah.
Pembentukan saluran pernafasan dimulai dari minggu ke-3 kehamilan, dan akan lengkap sampai usia 26 minggu tetapi fungsi pertukaran gas baru sempurna pada minggu ke -34 sampai minggu ke -36, pada saat itu alveolus sudah mulai matang, baik bentuk maupun fungsinya. Walaupun demikian perkembangan alveolus tersebut masih berlangsung terus dalam besar dan jumlahnya sampai bayi lahir.
Kematangan alveolus dalam menjalankan fungsinya sangat dipengaruhi oleh bahan surfaktan, suatu campuran protein dan fosfolipid yang berperan dalam mengatur tegangan permukaan alveolus. Zat ini mulai terbentuk pada minggu ke -18 dan secara bertahap kadarnya meningkat sampai minggu ke-34. Peningkatan jumlah surfaktan masih terus berlangsung sampai bayi lahir.
Pendarahan paru pada bayi berbeda dibandingkan dengan akhir masa kandungan. Pada masa bayi, arteri yang memperdarahi ductus alveolar dan alveolus bagian sentral berasal dari anastomosis arteri bronkopulmonal, dinamakan arteri bronkialis, sedangkan pada anak dan dewasa arteri bronkialis ini berasal dari arkus aorta dan ikut memperdarahi bronkus, bronkiolus dan septum interlobular.
Paru-paru kanan dan kiri adalah jaringan elastis seperti bunga karang dan teraba seperti spons. Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus yang terpisah oleh dua fisura, paru kiri terbagi menjadi dua lobus oleh satu fisura. Paru-paru dibungkus oleh sel-sel mesotel yang tipis yang disebut pleura viseralis dan parietalis. Pleura parietalis juga melapisi iga, diafragma dan mediastinum. Antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat ruang potensial yang berisi cairan pleura yang disebut rongga pleura dan rongga ini memungkinkan paru berkembang tanpa gesekan.
Paru kanan mempunyai 3 lobus, yaitu lobus superior, media, dan inferior yang masing-masing dipisahkan oleh fisura oblikua dan fisura horisontal. Sedangkan paru kiri mempunyai 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dipisahkan oleh fisura oblikua dan sangat jarang lobus superior paru kiri memiliki fisura horisontal. g. Sistem sirkulasi
Janin memperoleh oksigen dari plasenta karena fungsi paru belum berkembang. Sirkulasi janin diatur oleh tiga komponen penting, yaitu duktus venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus.
Sirkulasi janin dimulai dari plasenta yang menukar hasil akhir metabolisme dengan sumber energi dan metabolisme baru seperti oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, cairan, dan elektrolit. Darah dari plasenta melalui vena umbilikalis sebagian masuk ke vena hepatika dan sebagian lagi masuk ke duktusvenosus menuju vena kava inferior. Dari vena kava inferior, 1/3 darah akan masuk ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan aorta., sedangkan 2/3-nya lagi akan masuk ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan A.pulmonalis. Hal ini disebabkan oleh muara vena kava inferior terdapat di septum interatrium. Darah dari ventrikel kanan sebagian kecil akan ke paru, sebagian lainnya akan masuk ke aorta desenden melalui duktus arteriosus yang menghubungkan A.pulmonalis dengan aorta desenden.
Hampir semua darah yang berasal dari tubuh bagian atas akan masuk ke atrium kanan melalui vena kava superior, kemudian masuk ke ventrikel kanan.
Setelah kelahiran, terjadi perubahan sirkulasi berupa :
1. Penurunan resistensi vaskuler paru
2. Peningkatan aliran darah paru
3. Peningkatan resistensi vaskuler sistemik
4. Penutupan arteri umbilikalis
5. Penutupan vena umbilikalis dan duktus venosus
6. Pengaliran darah melalui duktus arteriosus terutama dari kiri ke kanan
7. Penutupan foramen ovale
Penutupan arteri umbilikalis terjadi beberapa menit setelah lahir karena kontraksi otot polos dinding pembuluh darah tersebut, dan mungkin karena rangsangan suhu dan mekanik serta perubahan dalam kadar oksigen. Secara fisiologis, penutupan ini terjadi karena proliferasi jaringan fibrotik dalam waktu 2-3 bulan. Bagian distalnya akan menjadi ligamentum umbilikalis medialis, sedangkan bagian proksimalnya akan tetap terbuka sebagai A.vesikalis superior.
Vena umbilikalis dan duktus venosus akan menutup segera setelah penutupan A.umbilikalis. Vena umbilikalis akan membentuk ligamentum teres hepatis yang berjalan pada tepi bawah hati. Duktus venosus yang berjalan dari ligamentum teres hepatis ke vena kava inferior juga akan menutup dan membentuk ligamentum venosum.
Duktus arteriosus akan menutup setelah kelahiran, disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding duktus tersebut, dan mungkin dipengaruhi oleh bradikinin (suatu zat yang dikeluarkan oleh paru selama permulaan perkembangannya). Pirau kiri ke kanan melalui duktus arteriosus biasanya menetap samapi 15-20 jam setelah lahir, tetapi dapat berlangsung sampai beberapa hari. Namun pada bayi sehat umumnya hanya berlangsung selama 1 jam setelah lahir. Penutupan lengkap secara anatomik terjadi dalam waktu 1-3 bulan, selanjutnya menjadi ligemantum arteriosum.
Penutupan foramen ovale terjadi bersamaan dengan tarikan nafas pertama. Pernutupan ini terjadi terjadi akibat meningkatnya tekanan dalam atrium kiri yang disertai penurunan tekanan dalam atrium kanan. Penutupoan fungsional foramen ovale terjadi tidak lengkap segera setelah lahir. Pada 50% bayi sewaktu menangis masih terdapat pirau dari kanan ke kiri sampai usia 8 hari. Pada 50% individu lainnya masih dapat terbuka sampai usia 5 tahun.
h. Abdomen
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia. Fungsi otot dinding perut adalah untuk pernafasan, proses berkemih, dan defekasi dengan meninggikan tekanan intra abdomen.
Dinding perut terdiri dari berbagai lapisan, yaitu kutis, subkutis, lemak subkutan, fasia superfisialis (fasia skarpa). Kemudian otot dinding perut, yaitu m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.transversus abdominis, dan akhirnya lapisan preperitoneum dan peritoneum, yaitu fasia transversalis, lemak preperitoneal, dan peritoneum.
Otot perut anak biasanya lebih tipis dan lebih lemah daripada orang dewasa. Jika anak berbaring, perut kelihatan datar, dan bila berdiri akan terjadi lordosis sehingga perut kelihatan membuncit. Keadaan ini dianggap normal sampai pubertas. Anak dibawah usia 6 tahun, gerakan abdomen akan lebih dominan daripada gerakan toraks, sehingga bila di atas usia 6 tahun masih tampak gerakan abdomen yang dominan perlu dicurigai adanya kelainan paru.
Organ-organ perut relatif besar, tepi hati yang lunak dapat teraba di bawah arkus kosta kanan. Limpa biasanya tidak teraba.
i. Sistem Pencernaan
Pada saat lahir, tidak semua komponen sistem saluran cerna telah mencapai kematangannya. Kelanjutan pematangan sistem pencernaan akan tampak oleh adanya perubahan pola fungsi selama masa pertumbuhan anak.
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Sepertiga atas esofagus merupakan otot serat lintang yang berhubungan dengan otot-otot faring, sedangkan 2/3 bagian bawah adalah otot polos. Esofagus menyempit pada 3 tempat, yaitu setinggi tulang rawan krikoid yang merupakan sfingter, rongga dada bagian tengah akibat penekanan oleh arkus aorta dan bronkus utama kiri (tidak bersifat sfingter), dan pada hiatus esofagus diafragma (otot polos bagian ini bersifat sfingter). Pembuluh vena esofagus bagian bawah berhubungan langsung dengan sirkulasi vena porta. Di sebelah dorsal kanan esofagus terdapat duktus torasikus.
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak antara esofagus dan duodenum. Lambung terbagi menjadi 2 bagian, ¾ proksimal terdiri dari fundus dan korpus, sedangkan bagian distalnya adalah antrum. Ciri yang menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dengan pembuluh nadi besar di depan kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung.
Pada bagian distal lambung terdapat selaput lingkar yang disebut pilorus yang berfungsi sebagai sfingter untuk mencegah kebocoran isi lambung. Pilorus inidiperkuat oleh serabut otot lingkar yang kuat dan terbuka melalui pengaturan saraf.
Duodenum mulai pada pilorus dan berakhir pada batas duodenoyeyunal.Pada cekungan duodenum setinggi vertebra L2 terdapat kepala pankreas.
Sekum pada anak berbentuk kerucut dan apendik berasal dari bagian apek kiri. Selama masa anak-anak dinding lateral sekum membesar, sehingga apendiks terletak pada bagian posterior dinding medial. Mukosa apendiks kaya akan jaringan limfoid pada masa anak-anak dan akan berkurang setelah dewasa.
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh manusia dan memiliki dua permukaan yaitu permukaan diafragma da viseral. Pada waktu lahir ukuran hati relatif dua kali lebih besar dibandingkan hati pada dewasa dan batas inferiornya dapat dipalpasi dibawah iga. Waktu lahir berat hati sekitar 120 – 160 g. Kemudian berat ini bertambah sesuai pertumbuhan anak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah 2 kali lipat, pada usia 3 tahun beratnya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur 9 tahun dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir. Hati berada di rongga dada bawah dengan bagian atas memotong garis mid klavikula kanan pada sela iga 5-6 dan memotong garis aksilaris kanan pada sela iga ke-7. Batas bawah berada 1 cm di bawah garis lengkung iga bawah.
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen, di belakang gaster, di dalam ruang retroperitoneal. Pankreas terbagi menjadi bagian kepala/kaput, korpus, dan ekor. Di sebelah ekor kiri ekor pankreas terdapat hilus limpa di arah kraniodorsal. Saluran pankreas Wirsung dimulai dari ekor pankreas sampai kaput pankreas, bergabung dengan saluran empedu di ampula hepatiko-pankreatika untuk selanjutnya bermuara pada papila Vater. Saluran pankreas minor Santorini atau duktus pankreatikus asesorius bermuara di papila minor yang terletak proksimal dari papila mayor.
j. Sistem urogenital
Sistem kemih seluruhnya terletak di ruang retroperitoneal, terdiri dari ginjal, ureter, buli-buli, dan uretra.
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak antara vertebra L1 dan L4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba pada janin permukaannya berlobulasi yang kemudian menjadi rata pada masa bayi, dan dengan lemak perinefrik yang tipis.
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di kortek dan puncaknya yang disebut papila yang bermuara dikaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Sedangkan daerah medula terdiri dari percabangan pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa henle, dan duktus koligens.
Satuan kerja terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira satu juta nefron. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Ujung nefron bermuara di duktus koligens.
Batas superior ginjal ditempati oleh kelenjar adrenal. Pada waktu lahir ukurannya hampir sebesar ukuran ginjal.
Arteri renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end artery).
Dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat, yang berhubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah kranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke buli-buli secara miring.
Sistem pendarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal, gonad dan buli-buli dengan hubungan kolateral.
Pada waktu lahir buli-buli terdapat intra abdomen, berbentuk kumparan, terletak dalam jaringan ektra peritoneal dinding depan perut, karena rongga pelvis pada waktu lahir berukuran sangat kecil dan bagian fundus buli-buli berada di atas simfisis pubis pada waktu buli-buli kosong. Kira-kira pada usia 6 tahun, panggul anak sudah cukup meluas untuk memungkinkan buli-buli ke posisinya yang tetap di dalam panggul.
Testis terletak didalam skrotum. Masing-masing testis berbentuk bulat dan dilapisi jaringan ikat yang tebal disebut tunika albugenia. Saluran keluar testis (duktus efferen) berjalan dari bagian superior testis menuju duktus epididimis. Duktus deferen menghubungkan duktus epididimis dan uretea, naik dari bagian superior skrotum ke dinding perut menembus kanalis inguinalis.
k. Ekstremitas
Pada saat kelahiran ekstremitas atas lebih berkembang dibandingkan ekstremitas bawah. Pada neonatus cukup bulan yang sehat, posisi ekstremitas selalu dalam keadaan fleksi, dengan gerakan yang aktif dan simetris. Pertumbuhan panjang lengan lebih banyak pada bahu dan pergelangan tangan dibandingkan dengan siku, dengan refleks menggenggam yang kuat.
Pada ekstremitas bawah, pertumbuhan lutut lebih cepat daripada panggul atau pergelangan kaki. Penting pula diperhatikan adanya kelainan posisi kaki dan bentuk tulang pada saat anak mulai berjalan.
l. Kolumna vertebralis
Sampai saat kelahiran, kolumna vertebralis berbentuk huruf C. Hal ini dipengaruhi oleh posisi janin dalam uterus. Pada saat setelah lahir, tulang belakang menjadi fleksibel dan akan menyesuaikan lengkungannya sesuai gravitasi. Lengkung servikal mencembung ke arah ventral ketika anak berjalan. Dengan bertambahnya usia, sumbu pelvis menjadi lebih ke depan, sehingga menimbulkan sikap lordosis pada lumbal untuk mempertahankan posisi tubuh vertikal pada waktu berdiri.
Sebelum dilahirkan, medula spinalis terletak sepanjang kolumna vertebralis, tetapi dengan bertambahnya usia kolumna vertebralis dan duramater mengalami pertumbuhan yang cepat, sehingga ujung kaudal medula spinalis menjadi setinggi ruas L3. Akibatnya, saraf-saraf spinal berjalan miring dari diskus asalnya menuju diskus yang sesuai. Duramater tetap melekat pada kolumna vertebralis setinggi koksigeal. Pada orang dewasa, medula spinalis terletak setinggi ruas L2. Hal ini penting dalam perimbangan penentuan posisi lumbal pungsi agar tidak mencederai ujung bawah medula spinalis.
II. KELAINAN ANATOMI PADA ANAK
Beberapa kelainan anatomi pada anak yang disebabkan oleh gangguan pada masa embriologi :
1. Palatoskisis
Tonjolan hidung medialis, yang membentuk dua segmen antara maksila, gagal menyatu. Koreksi dilakukan sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara
2. Cleft vertebra (spina bifida)
Timbul akibat penyatuan yang tidak sempurna atau tidak bersatunya lengkung-lengkung vertebra, dan biasanya disertai dengan cacat medula spinalis yang menonjol melalui celah tersebut dan berhubungan dengan dunia luar. Gangguan penutupan ini biasanya terdapat posterior mengenai prosesus spinosus dan lamina, sangat jarang terjadi pada bagian anterior. Pembedahan dilakukan secepatnya pad spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya pada minggu pertama setelah kelahiran.
3. Stenosis infundibularis pulmonalis (tetralogi fallot)
Merupakan kelainan jantung bawaan yang terdiri dari empat unsur yaitu defek sekat ventrikel, aorta yang berpindah kearah kanan, stenosis pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Tindakan bedah harus dilakukan karena dapat menyebabkan kecacatan dan kematian.
4. ASD
Defek septum atrium merupakan kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial. VSD dibagi menjadi 3 tipe
1. VSD sekundum
2. VSD primum
3. Defek sinus venosus.
Bedah penutupan dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik lebih dari 2.
5. Atresia esofagus
Terjadi karena gangguan perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esofagus. Atresia esofagus mungkin disertai oleh kelainan jantung, atresia rektum, kelainan tulang belakang, serta kelahiran prematur.Pembedaqhan dilakukan satu tahap atau dua tahap bergantung pada tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada esofagus proksimal dan gastrostomi. Penutupan fistel, anastomosis esofagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian pada saat bayi berumur satu tahun.
6. Hipertrofi Pilorus
Merupakan kelainan yang terjadi pada otot pilorus yang mengalami hipertrofi pada lapisan sirkuler, terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Piloromiotomi merupakan pilihan utama prosedur pembedahan, jika dikerjakan secara benar tidak akan menimbulkan kekambuhan.
7. Hipospadi
Pada kelainan ini, uretra terlalu pendek sehingga tidak mencapai ujung glans penis, muaranya terletak ventro-proksimal. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior; leher kandung kemih dan uretra posterior tidak mengalami kelainan, dan kontinensi tidak terganggu. Operasi sebaiknya dikerjakan pada usia pra sekolah.
8. Penyakit Hirscprung
Merupakan kelainan akibat tidak adanya ganglion parasimpatis pada dindinng usus yang menyempit, sehingga lumen usus akan menyempit. Trias yang ditemukan adalah mekonium yang terlambat keluar, perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pemeriksaan colok dubur sangat penting pada penyakit ini. Kolostomi merupakan tindakan operatif darurat dan dimaksudkan untuk menghilangkan gejala obstruksi usus sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitif. Operasi definitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus yang sehat ke arah anus.
9. Kriptorkismus
Pada kelainan ini, testis tidak turun ke dalam skrotum, sedangkan hernia inguinalis yang umumnya menyertai keadaan tertinggalnya testis tidak menimbulkan gejala atau tanda. Kriptorkismus dapat diatasi dengan pemberian hormon gonadotropin sewaktu usia 1 tahun, jika hasil kurang memuaskan dilakukan tindakan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Minn RHM ; Lat’s Anatomy Regional and Applied, 9th ed, New York: Churcill Livingstone, 1994
2. Langman, Jan: Medical Embryology 5th ed, Baltimore: William & Wilkins, 1985
3. Jhon V. Basmajian & Charles E. Slonecker: Grant, Metode Anatomi Berorientasi pada Klinik, ed 11, jilid 1, 19
4. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Prof. H. Nurbaiti Iskandar : Buku ajar ilmu penyakit THT, edisi 3, Blai penaerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1990
5. staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Buku kuliah 1, 2, 3 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985
6. Henning Kramer: Interaktiver volumenbasierter; 3D Atlas eines menslichen Foten auf der Basis einer Kemspintomographie; Dissertation, Fachbereich Medizin, Universitat hamburg, 1998
http://dokterfoto.com/2008/02/25/anatomi-anak/
Langganan:
Postingan (Atom)